Sunday 13 December 2015

6 Years



Di kamar kostku yang sepi, sambil mendengarkan rintik hujan malam ini, aku hanya bisa diam dan merenung. Mungkin, aku perempuan paling tolol yang pernah ada, perempuan yang selalu merindukanmu tanpa banyak menuntut dan meminta.

Apa kamu masih ingat akan hari ini? Jangankan mengingat perayaan hari ini, untuk mengingat namaku saja mungkin kamu sudah lupa. Aku akan memberitahumu. Tapi, aku mohon, semoga kamu tidak merasakan perubahan apa-apa setelah mengetahui semua kejujuran ini.

Hari ini adalah hari jadi kita yang ke-6 tahun. Sudah 6 tahun ternyata kita bersama. Tapi ternyata tidak. Tidak untuk kamu dan tidak untuk aku. Tepat tiga tahun yang lalu kamu memilih pergi meninggalkan kita, meninggalkan aku beserta kenangannya, meninggalkan luka yang begitu menyakitkan.

Aku ingin bercerita tentang pertemuan kita, saat kamu mengajak aku untuk bertemu berbuka puasa bersama tepat enam bulan yang lalu. Aku masih mengingat bagaimana rencana pertemuan kita agar segera diselenggarakan. Saat itu kamu ingin menjemputku, namun aku tidak mau pergi bersamamu. Entah mengapa dihadapanmu aku selalu bersikap tegar seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Aku merasakan detakan yang luar biasa dan perubahan tingkah yang tidak menentu. Entah mengapa aku begitu rumit untuk bisa menatap kedua matamu dihadapanku. Menurutku, dimatamu masih tersimpan rasamu untukku. 

Suasana saat itu mencair saat kita berbincang tentang kehidupan masing-masing. Kamu menanyai orang-orang yang pernah singgah dihidupku sampai dengan cerita tentang persiapan menuju ujian kompre yang sebentar lagi tanda perkuliahanku akan segera terselesaikan. Aku tidak pernah bertanya kabarmu. Siapa pacarmu dan apa kegiatanmu sekarang. Bagiku, aku tidak ingin mengenal dirimu lebih jauh lagi, karena hal itu hanya akan memperparah perasaanku nantinya. Sampai di akhir pertemuan, kamu memberikan aku sebuah kartu nama yang tertanda namamu. Entah apa yang terlintas dipikiranmu dan entah seberapa pentingnya kartu nama itu yang akhirnya aku menerima pemberianmu. Sejak pertemuan kita malam itu, tidak pernah ada lagi cerita tentangmu. Seperti tidak pernah ada pertemuan sebelumnya, setelah aku mengirimkan pesan untukmu yang tertulis bahwa aku begitu terbawa perasaan di malam pertemuan kita. 

Beberapa minggu kemudian, aku melihat salah satu foto di instagrammu bersama wanita. Di sana tertulis caption dan diramaikan banyak komen yang semakin mengartikan bahwa dia wanita yang menjadi pilihanmu saat itu. Ketika tahu wanita itu kekasihmu, aku hanya bisa tersenyum sinis dan tertawa. Di benakku, mengapa aku terlalu bodoh selalu mengingat kita atau apakah ini yang dinamakan cinta yang begitu gila? Mengapa aku merasakan hatiku begitu terluka saat mengetahui kamu sudah dimiliki orang lain? Aku terdiam, lemah, dan nyatanya memang aku yang salah. Aku bersalah mengapa masih saja menyimpan sedikit rasa untukmu, ketika kenyataannya kamu memilih dia yang lain. 

Aku ingin bertanya padamu, mengapa kamu mengajak aku untuk bertemu malam itu? Apakah kamu tahu betapa menderitanya menjadi seorang perempuan yang hanya bisa menerka bagaimana perasaanmu padaku setelah sekian lama kita berpisah selama ini? Apakah masih ada rasa yang tersimpan untukku, walau hanya secuil saja? Tahukah kamu perihnya menahan diri untuk tidak menghubungimu lebih dahulu, karena aku begitu tahu diri bahwa kamu sudah memiliki penggantiku? Tahukah kamu lelahnya menjadi orang yang terus berharap, terus berkata dalam hati, begitu percaya bahwa suatu hari nanti kita akan kembali?

Nyatanya, kamu tidak akan pernah mengetahui segalanya. Kamu tidak pernah mengerti apa yang telah aku rasakan setelah berpisah denganmu sejak tiga tahun yang lalu. Bahkan, hal-hal yang membuat kamu memilih untuk pergi dari hidupku saja aku masih belum bisa terima.

Apa salahku hingga akhirnya kamu memutuskan hubungan kita begitu saja? Mengapa kamu begitu tega meninggalkanku saat sedang sayang-sayangnya? Mengapa kamu tidak memperjuangkan kita untuk tetap terus bersama? Mengapa kamu tidak mencoba dan berusaha kembali menarik hatiku untukmu? Mengapa kamu terhenti disaat aku tetap ingin menyusuri jalan? Mengapa kamu pergi memilih dia dibanding aku yang selalu setia menunggumu pulang? Bisakah kamu menjawab dan menjelaskan semua tanya yang masih menghantui hidupku selama ini?

Sampai saat ini bahkan saat aku menulis tulisan ini, aku masih belum bisa terima alasan mengapa kamu pergi meninggalkan aku. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang sampai saat ini masih terngiang di kepalaku ketika mengingatmu. Dan pahitnya, hubungan kita memang benar-benar telah berakhir tanpa penjelasan. Sempat terlintas kenapa Tuhan ciptain hati kalau cuma buat dipatahin kayak gini? Kenapa Tuhan memberikan rasa sakit yang begitu dalam sampai aku tidak pernah bisa melupakanmu dan apa yang menjadi sebab kita berpisah?

Yaaa, aku percaya Tuhan menciptakan hati untuk dipatahkan, mungkin memang untuk menyelamatkan aku dari orang yang salah. Mungkin bukan kamu orang yang seharusnya aku tunggu. Ada rencana di mana Tuhan akan mendatangkan orang yang jauh lebih baik dari kamu. Dan mungkin, kisah kita tidak akan berlanjut kembali sampai kapanpun. 

Aku hanya bisa mendoakan untuk kebahagiaanmu. Apa yang sudah menjadi pilihanmu, apa yang sudah kamu capai, semoga kamu selalu dalam kebahagiaan. Pesanku, jangan pernah mengingat aku lagi, jangan pernah memberi kabar, dan jangan pernah datang lagi. Aku tidak ingin menyakiti diriku lebih parah lagi. Biarlah semua keraguan dan semua pertanyaan tersimpan rapi di dalam hatiku. Dan aku, akan tetap menelusuri jalan tanpamu. Tanpa bayangmu.






Happy Anniversary 6 Years
Harusnya aku menyantumkan foto kita berdua di akhir tulisan, namun apa dayaku ...



Saturday 31 October 2015

Dan Pada Akhirnya



Aku terbaring lemah. Mataku berair. Nafas tak cukup, seperti kekurangan oksigen. Aku melihat sekitarku. Aku melihat sesuatu hal yang terjadi pada diriku. Malam ini berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Aku sadar apa yang telah terjadi hari ini. Namun, entah mengapa aku masih pura-pura tidak tahu apa yang sudah terjadi.

Selang beberapa menit, sejenak aku terdiam, aku memahami semua kenyataan hari ini. Aku sadar bahwa hari dimana perpisahan yang dulu tidak aku nantikan dengan cepat, kini telah terlewati. Hari ini adalah hari perpisahan itu. Aku berpisah dengan orang-orang yang amat sangat aku sayangi. Tidak ada lagi wajah-wajah yang selalu aku lihat, tidak ada lagi pertengkaran, tidak ada lagi teriakan, tidak ada lagi yang membuat kesal. Semuanya tidak akan ada lagi. Kehidupanku telah berbeda. Suasana, lingkungan, dan orang-orang baru inilah yang akan mengawali cerita kehidupanku. Seperti lembar kertas yang siap untuk ditulis lagi dengan berbagai macam cerita.

Ya, inilah kehidupan yang sesungguhnya. Dan pada akhirnya aku harus membiasakan diri tanpa mereka. Aku harus membiasakan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan mereka. Wajah yang selalu terlihat, kini hanya terukir sebuah bayangan. Aku hanya bisa mengingat kenangan-kenangan itu. Aku hanya bisa memandangi foto, tanpa bisa melihat langsung bahkan menyentuh tangan itu. Aku yakin semua ini akan ada hikmahnya. Aku akan merindukan kota kelahiranku, Bandar Lampung beserta isinya :")





Garut, tepat pukul 20.40 WIB 
Aku meneteskan air mata . . .





Thursday 29 October 2015

Happy 21th Birthday, Gita Oxtaria


"Happy Birthday, Happy Birthday, Happy Birthday To Me"

 Saya berdoa pada hari ini semoga saya diberikan umur yang panjang, berusaha membahagiakan orang tua, selalu diberikan kebahagiaan tanpa henti, selalu sehat, selalu semangat, dan selalu bersyukur. 

Semoga hal baik apapun yang kalian doakan di hari ulang tahun saya ini, bisa terkabul dalam hidup kalian juga. Terima kasih. Sekali lagi, Selamat Ulang Tahun Gita Oxtaria :))






Saturday 10 October 2015

Twenty Days Again . . .



Siang hari, tepat pukul 13:20 WIB, hari ini begitu panas cuaca di luar. Mungkin matahari sedang mengamuk pada dunia, dan aku lebih memilih berdiam diri di dalam rumah, merawat papah yang keadaannya sedang tidak sehat.

Sudah hampir seminggu lebih papah sakit. Minggu kemarin sempat di rawat di Rumah Sakit selama 3 hari, dan dokter pun sudah mengizinkan papah untuk istirahat di rumah. Tapi, kemarin papah drop lagi, tensi darahnya naik kembali. Akhirnya aku, mamah, dan papah kembali ke Rumah Sakit untuk ngecek kesehatan papah. Alhamdulillah, papah ga di opname lagi. Dokter cuma ganti semua obat-obat papah, dan pas dicek lagi tensinya udah kembali normal.

Jujur, selama papah sakit, aku sedih. Apalagi kalau tensi papah udah naik. Aku takut sama papah yang bawaannya pengen marah terus. Sampai aku pernah berfikir untuk diem aja, ga mau ngomong apapun sama papah. Karena, aku gamau ngelakuin suatu kesalahan yang akhirnya bisa buat papah marah. Kalau papah ngomong atau nyuruh untuk ambilin sesuatu, sebisa mungkin aku ga mau ngebuat papah nunggu lama. Karena hal sepele pun bisa ngebuat papah marah :'(

Sebenernya, aku pengen banget ngomong sama papah, apa yang ada dipikiran papah ? Papah mikirin apasih ? Kenapa papah jadi sakit gini ? Aku pengen jadi pendengar buat papah, walaupun aku tau, mungkin aku ga bisa bantu dari apa yang papah dipikirin.

Hari berganti hari, dan sekarang tinggal 20 hari lagi aku di sini, 20 hari lagi aku menemani papah di rumah, dan papah masih dalam keadaan sakit. Pernah sempat mikir, apa karena aku makanya papah jadi sakit gini ? Papah mikirin aku yang bakalan pergi dan tinggal jauh di kota orang ? Apa bener pah ? :( 
Kalau emang itu bener, aku mesti gimana pah ? :( di satu sisi, aku pengen papah sehat, aku ga mau jadi masalah yang ngebuat papah jadi sakit. Tapi, di sisi lain aku mau lanjut kuliah aku pah. Bukannya memang papah waktu itu sudah mengizinkan aku untuk lanjut kuliah ? :( Pah, aku mohon, jangan pernah khawatir sama aku. Insha Allah aku bakalan baik-baik aja pah di sana. Aku juga inget semua pesan papah. Aku juga bakalan pulang kok pah nanti :(

Ya Allah, tolong angkat dan sembuhkan sakit papah ya Allah. Hamba tidak sanggup melihat papah sakit seperti ini. Beri papah kekuatan untuk melawan sakitnya. Ampuni dosa-dosa papah ya Allah. Aku sayang papah, aku pengen papah sehat terus, kembali beraktivitas seperti biasanya :")

Tinggal 20 hari lagi, sisa-sisa keberadaan aku di sini. Aku mohon ya Allah, sembuhkan papah. Aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri, jika nanti kepergianku hanya menambah parah sakit papah :"(

Papah pasti sehat !!!!! Lawan sakitnya ya pah. Aku sayang papah  . . . :')





Aku menulis ini sambil melihat papah yang sedang terbaring di tempat tidur.
Wajahnya pucat, tidak seperti biasanya.
Aku rindu papah dengan segala keceriaannya menghiasi rumah . . .




Wednesday 7 October 2015

Pertemuan Pertama



Untuk seseorang yang sudah menemani hari ini. Untuk seseorang yang membuat tawa di setiap obrolan. Untuk seseorang yang telah berhasil membuat jantung berdetak dengan cepat. Selamat malam, kamu!

Baru beberapa jam kita berpisah, tapi aku masih saja terbayang akan pertemuan kita hari ini. Tidak pernah terfikir bahwa kamu akan menemuiku di sini. Tidak pernah terbayang, seseorang yang hanya bisa dilihat dari sebuah foto, seseorang yang hanya bisa dibayangkan dalam benak, kini ia berdiri di hadapanku. Begitu jelas mata memandang dan sekejap mataku tidak berkedip sedikitpun. Aku masih belum percaya, ini jelas tapi seperti mimpi. 

Kita menyusuri jalan sambil mengobrol hal-hal yang memang tidak begitu penting, dan aku masih juga belum mempercayai sosok orang yang sedang berbicara ini. Sesekali aku mencuri waktu untuk melihatmu, menyakinkan kembali kepada diriku sendiri, apakah ini nyata ? Huft. Memang benar.

Singkat cerita kita tiba di suatu mall. Kamu mengajak aku untuk menonton film. Tapi ternyata, jadwal film hari ini begitu sangat membosankan. Akhirnya kamu mengajak aku untuk pergi ke tempat saudaramu. Sebelum menuju ke rumahnya, kita berhenti untuk membeli buah tangan untuk mereka. Terutama untuk si kembar. Bisa dibilang mereka adalah keponakanmu.

Sesampainya di sana, aku cukup gugup. Melihat kenyataannya bahwa aku memang kurang akrab dengan anak-anak. Kamu memaklumi itu dan menyakinkanku untuk jangan takut gaje menghadapi mereka. Dan ternyata benar, aku benar-benar belum bisa mengakrabkan diri kepada mereka. Mungkin mereka heran, siapa wanita misterius ini. Aku cukup kagum melihat sikapmu memperlakukan mereka. Begitu juga sebaliknya. Mereka begitu manja terhadapmu.

Kita pamit dan melanjutkan perjalanan. Kita berhenti di suatu tempat. Di sana kita duduk bersama, memesan kopi bersama, dan mengobrol lebih banyak lagi. Dari cerita semasa SMA, cerita hobi olahraga, sampai cerita keinginanmu untuk melanjutkan studi. Begitu tenang saat mendengarkan ia berbicara, dua mata yang begitu serius menatap, membuat aku kebingungan untuk membalas tatapannya. Tanpa sadar langit pun sudah gelap dan kita bergegas untuk pulang.

Aku tidak menceritakan begitu detail di sini. Aku hanya merekam setiap moment yang telah kita lewati di dalam ingatanku. Aku menyadari, ini memang bukan mimpi. Begitu senangnya hari ini terlebih kamu memberikan aku sebuah bunga mawar dan cokelat. Katamu, "Selamat wisuda dan salam kenal yaaa" dan kitapun bersalaman sebagai tanda awal perkenalan kita ^^
Aku sedikit tidak percaya, saat kamu berkata bahwa aku adalah orang pertama yang kamu beri bunga. Mendengar hal itu aku semakin tidak terarah, melayang, dan menari-nari dalam kebahagiaan.

Aku ingin mengucapkan terima kasih untukmu. Terima kasih sudah membuat aku tidak percaya, terima kasih telah membuat gugup dan salah tingkah, terima kasih telah menunjukkan senyuman yang aku nanti-nantikan sejak dulu, terima kasih telah menyadarkan kembali bagaimana rasanya menjadi wanita seutuhnya. Terima kasih juga sudah membuat aku lupa, bahwa hari ini adalah hari peringatan aku sudah menyendiri selama 3 tahun, dan aku sama sekali tidak merasakan kesedihan.

Terakhir, aku berharap semoga suatu saat nanti kita masih diizinkan untuk bertemu. Entah bertemu dalam mimpi ataupun dalam nyata.
Entah di tempat dan suasana yang berbeda, atau tidak sama sekali :))





Malam ini turun hujan. 
Hujan dengan segala keajaibannya, mampu membuat manusia terbayang dalam ingatan. 
Dan aku terkenang DIA tiba-tiba ^^





Friday 11 September 2015

Akan Ada Saatnya



 Kehidupan mengajarkan sebuah arti kebersamaan. Menghabiskan waktu bersama keluarga, bersama saudara, bersama teman, dan juga bersama pasangan. Siapa yang tahu akan esok, siapa yang tahu akan waktu selanjutnya ? Tidak ada . . .
Hidup begitu keras mengenalkan sebuah pertemuan. Manusia diajarkan untuk saling membantu satu sama lain, untuk saling menghargai, dan terlebih juga untuk saling melengkapi. Namun, kehidupan juga begitu kejam. Setelah manusia sudah terbiasa dengan keadaan, sudah terbiasa dengan orang-orang yang telah berperan penting dalam hidupnya, sebuah perpisahan pasti akan ada. Entah untuk bertemu kembali atau bahkan tidak sama sekali.

Saya sudah mengalami bagaimana rasanya ditinggalkan. Seperti dunia tidak pernah adil, dunia tidak pernah ingin melihat saya bahagia bersama orang-orang yang saya sayangi. Dunia memang tidak pernah tahu bagaimana rasanya ditinggalkan.
Perpisahan datang tanpa tahu apakah kita siap atau tidak. Perpisahan tidak ingin tahu apakah kita sedih atau senang. Ia hanya tahu, bahwa tugasnya memisahkan dua insan di dunia sudah terlaksana.

Kini, dunia kembali harus memisahkan saya dengan keluarga saya. Dalam waktu beberapa bulan lagi, saya harus pergi meninggalkan orang tua dan adik-adik saya. Saya berencana melanjutkan kuliah di luar kota, yang memang keberadaannya cukup jauh. Awalnya belum terfikir bahwa saya akan meninggalkan mereka. Saya hanya memikirkan, bahwa saya akan kuliah lagi dan belajar lagi di kota orang.

Kemudian di saat saya terbaring, saya memikirkan bahwa saya bukan hanya pergi untuk kuliah, tapi saya juga pergi meninggalkan orang-orang yang amat saya cintai. Saya memang sudah terbiasa dikelilingi oleh mereka, dan sekarang saya harus jauh dari mereka. Saya tidak pernah sanggup membayangkan itu semua. Melihat keadaannya yang begitu menyedihkan.

Tetapi, dibalik itu semua pasti ada hikmahnya. Mungkin memang sudah saatnya saya belajar untuk tidak bergantung pada orang tua lagi, saya harus mandiri pada diri saya sendiri, dan saya juga harus belajar bagaimana cara memanfaatkan waktu yang begitu singkat bersama orang yang saya sayangi.

Ada saatnya dunia memang kejam, tetapi di balik itu semua dunia begitu sayang kepada saya. Ada saatnya kita harus berpisah dengan orang yang kita sayangi, untuk mengajarkan bagaimana cara menghargai sebuah pertemuan.

"Setiap pertemuan, pasti ada perpisahan"

Ungkapan yang memang benar. Mau tidak mau, suka tidak suka, dan siap tidak siap perpisahan itu pasti akan terjadi. Dulu saya sangat membenci perpisahan. Tetapi, di balik itu semua banyak hikmah yang saya peroleh. Saya sering menguatkan kepada hati bahwa, perpisahan memang akan ada, karena memang sesungguhnya kehidupan di dunia tidak ada yang abadi. Saya percaya pada takdir Allah. Begitu indah rancangan kehidupan yang telah Allah atur. Mungkin, nanti saya memang akan harus meninggalkan semuanya. Tapi, saya juga yakin bahwa Allah akan menuntun kembali jiwa yang telah pergi. Memang berat, tapi saya percaya Allah tidak pernah memberi cobaan di atas kemampuan umat-Nya.

Terhitung dari hari ini, sisa-sisa keberadaan saya di sini, saya ingin meninggalkan kesan yang baik untuk orang-orang yang telah berperan dalam hidup saya. Saya berharap, sampai hari perpisahan itu tiba, saya tidak akan menjatuhkan air mata :))





"Jika pertemuan adalah awal dari perpisahan
Maka, perpisahan adalah awal dari sebuah pertemuan"





Tuesday 14 July 2015

Renungan




Kalau kalian sedang berjuang, jangan sekali-kali kalian ngeliat orang-orang yang udah sukses dan enak-enakan di atas sana. Karena itu, bakal bikin kalian makin down. Kalau kalian ngerasa hampir nyerah, coba liat ke belakang, udah seberapa jauh kalian jalan, udah berapa banyak support yang dikasih orang-orang ke kamu, dan udah berapa banyak pengorbanan yang udah kalian lakuin. Sehingga kalian bakal nyadar, itu semua ga boleh diakhiri cuma gara-gara sandungan-sandungan kecil. 




Sunday 28 June 2015

Kepada Pemilik Kartu Nama




Bagaimanapun, aku sering berpikir bahwa sejauh dan sedalam apapun kita jatuh cinta, lebih banyak lagi hal-hal yang menjadikan kita tidak bisa bersama seutuhnya. Kita bukanlah kita yang kamu dan aku menjadi satu. Kita adalah kita dalam rangkaian cerita itu. Jangan kira aku tidak ingin memilikimu sepenuhnya. Tapi, aku terlalu takut untuk menjadikan diriku sebagai satu-satunya. Karena aku tau, kamu belum ingin memenangkan aku dalam hatimu. 

Kadang terpikir seperti apa rasanya dicintai utuh olehmu, tanpa tapi, tanpa jeda, dan tanpa mengeluh. Mungkin, aku akan bahagia. Tapi, Tuhan punya rencana lain. Tuhan belum mengizinkan atas semua pengharapan ini. Mungkin. 





Sesungguhnya aku melepaskanmu karena terpaksa. 
Ya, kamu tidak akan memahami ini semua. 
Aku saja tidak mampu memahami keputusanku, apalagi kamu. 






Sunday 14 June 2015

Setelah Ini Apa ?




*** untuk kita menggapai puncak ***




Sudah beberapa minggu ini, pikiran saya terpecah-belah oleh keadaan. Keadaan membuat semua menjadi kacau balau. Setiap hari waktu terhitung selama 24 jam. Namun, tidak untuk sekarang. Saya pikir, saya kurang terhadap waktu yang diberikan. Jam bergerak cepat menjauhi angka. Menit berlarian seakan dikejar tanpa henti. Saya lelah, bisakah saya menambah waktu lebih lama lagi ?

Ini baru permulaan. Masih akan banyak sekali hal-hal di luar dugaan yang harus dihadapi. Mungkin hanya kata "sabar" yang bisa menguatkan diri. Sabar menjalani proses sampai akhir. Sabar menjalani rintangan yang bertubi-tubi. 





Setelah ini apa ? . . . . .





Monday 11 May 2015

Tolong Jawab :)






Kita sama-sama berjalan. Kita sama-sama melangkah. 
Namun, mengapa kini engkau terhenti ? 
Sedangkan aku masih terus berjalan menyusuri jalan ? :')




Saturday 14 March 2015

Demimu


Malam yang dingin begitu kencang angin meringkukkan tulang rusukku. Aku duduk di bawah langit dan berada di tengah-tengah rasa kegundahan, memikirkan nasibku yang semakin terombang-ambing tanpa arah.
Pikiranku tertuju padamu dan juga padanya. 

Aku tepat berada di antara kalian. Dua orang yang begitu berarti dalam hidupku, dua orang yang sama sekali tidak pernah memikirkan perasaanku. Aku lelah dikabuti rasa bersalah. Bersalah padamu dan juga padanya. Bersalah mengapa aku bisa menjadi seperti ini ?
Mengapa aku berada di posisi sesulit ini ?
Mengapa harus aku yang berkorban ?
Mengapa harus aku yang menanggung semuanya ?
Mengapa harus aku yang berbohong ?
Mengapa harus aku ?
Kenapa dengan aku ?
Tuhan...... Ini tak adil ....

Sampai kapankah aku menjadi seperti ini ? Sampai kapan aku menjaga hati ? Aku ingin dunia mengetahui yang sesungguhnya. Aku ingin bebas dan lepas dari rasa yang menghantui sepanjang masa.

Pada akhirnya, memang tidak akan pernah ada cara lain.
Sampai matipun mungkin aku akan tetap seperti ini.
Demimu, semua akan aku lakukan
Demimu, aku akan menjaga hati
Demimu, aku berkorban
Demimu, aku rela berbohong
Demimu, aku menahan
Demimu . . . Hanya Demimu . . .




"Aku harap kamu dengar . . . "



Friday 6 February 2015

Sepenggal Kisah Dibalik Sebuah Judul


Saya ingin bercerita tentang sebuah perjalanan yang mengharukan. Sebuah kisah yang menguras emosi dan pikiran dibalik kegembiraan yang tiada tara. Hari ini pengumuman judul yang sudah beberapa hari yang lalu saya ajukan. Dan alhamdulillah, judul saya diterima. Memang bukan yang prioritas utama, tetapi saya tetap bersyukur dengan apa yang sudah ditentukan oleh dosen-dosen tim penyeleksi proposal KTI. 

Jadi ceritanya, judul saya yang kedua itu memang penuh drama. Penuh pemikiran dan juga penuh kebimbangan. Tapi sebelumnya saya akan membeberkan judul-judul saya. Sebut saja judul pertama "si jamur" dan judul kedua "si puyer". Dari awal perkuliahan metlit, saya memang hanya memikirkan si jamur. Seluruh jiwa dan raga saya, saya berikan untuk si jamur. Sampai-sampai, saya juga tidak tertarik untuk mencari judul lain. Seiring berjalannya waktu, ternyata pengajuan judul tidak boleh satu judul. Otomatis romantis saya mesti mencari judul pendamping. Sebenarnya saya sudah menemukan judul di sela-sela perkuliahan metlit pekan lalu. Tetapi waktu itu tab saya mesti di instal ulang. Dan data-data download-an saya pun hilang. Judul yang saya temukan adalah si puyer. Saya tertarik dengan judul tersebut, tetapi saya belum bisa menduakan si jamur. Masih si jamur yang menguasi hati dan seluruh pikiran saya.

Singkat cerita, saya mesti mencari si puyer yang dulu sempat hilang untuk saya jadikan sebagai judul pendamping. Berjam-jam sampai berhari-hari saya tidak juga menemukannya. Sampai suatu ketika saya mengingat bahwa dulu saya sempat menuliskan judul tersebut di buku catatan saya. Karena waktu itu, saya kesusahan mendownload si puyer. Akhirnya saya bergegas mencari buku catatan saya. Dan benar, judul itu masih ada. Langsung saya ketik dan menekan tombol enter. Dan ternyata si puyer langsung ditemukan. Saya bahagia. Saya senang. Penantian saya berbuah hasil. Setelah itu, saya download dan saya print. Saya tidak ingin kehilangan dia lagi. Karena waktu itu, waktunya juga sudah semakin dekat untuk pengumpulan judul. Dan saya juga belum membuat latar belakang dari si puyer.

Pembuatan latar belakang si puyer juga benar-benar membuat kepala saya ingin pecah. Saya mesti bulak-balik kampus sampai beberapa hari untuk bertanya kepada dosen, apa bisa saya mengambil judul si puyer. Selain itu, saya juga diribetkan dengan mencari masalah-masalah kontroversi puyer. Karena demi persyaratan pengajuan judul, semua saya lakukan.

Bukan hanya itu saja. Saya juga sampai menginap di rumah teman karena ada beberapa kendala yang malas sekali saya jelaskan di sini. Saya juga rela mendatangi kost rumah teman saya, demi membantu saya dalam pembuatan latar belakang. Saya harus mikir keras dan terkadang di sela saat saya tidak dapat lagi berfikir, saya berhenti. Begitu seterusnya sampai akhirnya tersusunlah judul kedua saya.

Kita kembali ke si jamur. Si jamur tidak begitu merepotkan seperti si puyer. Karena memang, si jamur sudah pernah diteliti sebelumnya oleh kakak asuh saya. Jadi, saya tidak begitu repot dalam penyusunannya. Walaupun memang, masih tetap si jamur yang menjadi prioritas utama saya.

Akhirnya, hari pengajuan judul tiba. Saat dibuat galau untuk menuliskan pilihan pertama dan kedua dari judul yang saya ajukan. 
Awalnya saya ingin menuliskan pilihan pertama pada si puyer. Tetapi, karena begitu banyak pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk memprioritaskan judul pertama yaitu si jamur dan kedua si puyer.

Selang menunggu pengumuman judul, tepat H-1 saya pergi berlibur ke Jakarta bersama teman saya. Entah apa yang ada dipikiran kami saat itu sampai akhirnya kami memutuskan untuk pergi berlibur. Begitu banyak cerita perjalanan semalam kami. Di mulai dari pengorbanan waktu, merepotkan teman demi tercapainya liburan, menahan kantuk yang luar biasa, berpanas-panasan, berdebu-debuan, sampai hujan pun juga hadir di dalam cerita liburan kali ini. Sedih kalau mengingat begitu nekatnya kami pergi di saat besok adalah pengumuman judul. Begitu berkorbannya diri demi keceriaan masing-masing. Tapi semuanya terbayarkan. Saat kepulangan kami, jam 9 kami harus sudah berada di kampus. Jujur saja, sesampainya kami dari Jakarta jam 5 subuh tadi pagi. Masih pegel, masih capek, dan masih pengen tidur. Tapi mesti banget ke kampus untuk hadir pengumuman judul.

Sebelum pengumuman judul, Ibu Sri Pujiwati masuk ke ruangan memberikan arahan dan penjelasan apa-apa yang dibutuhkan pada saat proses menuju seminar proposal. Setelah beliau menjelaskan, saya makin tidak karuan. Saya tidak membayangkan judul apa yang akan menjadi perjuangan saya kelak. Dan ternyata, kertas pengumuman judul itu di tempel si tembok depan ruangan kelas 3. Dan setelah saya melihat nama saya, judul saya yang diterima adalah SI PUYER !!!!!! Begitu senangnya saya, perjuangan saya merangkai latar belakang berbuah hasil. Dan semakin sempurna lagi setelah saya melihat siapa pembimbing saya. Dan ternyata mereka adalah Bu Yayu' dan Pak Igun. Saya jingkrak-jingkrak, berteriak bahagia, dan juga berpelukan dengan teman-teman. Ternyata ada kebahagiaan dibalik kedukaan. Semuanya terbayar dengan diterimanya judul saya. Saya mengucap syukur lebih banyak.

Saya masih bertanya, mengapa si jamur bukan menjadi milik saya. Bahkan saya kira, saya berjodoh dengan si jamur. Tetapi ternyata tidak. Semua sudah dijelaskan di dalam kotak saran penyeleksi judul.

Sekarang, gerbang itu benar-benar sudah terbuka lebar. Saya sudah melangkah sedikit masuk ke dalamnya. Saya akan berjuang sampai nanti saya meraih toga itu. Saya akan berteman dengan si puyer. Saya harus memperjuangkan semua pilihan yang sudah diberikan pada saya. Saya bisa. Saya pasti bisa.

Itulah tadi sepenggal kisah dibalik sebuah judul. Mungkin jika kalian membacanya, kalian akan mengira bahwa ini biasa saja dan tidak begitu penting untuk ditulis. Tetapi tidak berlaku untuk saya. Saya bahagia. Sungguh-sungguh bahagia yang luar biasa. Semoga, ini menjadi langkah awal yang baik sampai akhir perjuangan saya nanti . . .



Ini dia Si Puyer
 yang akan saya perjuangkan sampai akhir ^^






Monday 26 January 2015

Hari Pengajuan Judul



Hari ini dijadwalkan untuk pengumpulan judul calon-calon proposal KTI. Sebenernya pengajuan judul ditutup tanggal 29 Januari. Cuma, berhubung saya udah ga kuat lagi melihat seabrik kertas yang semuanya berisi latar belakang dan membuat kepala saya ingin pecah, saya memajukan hari untuk pengajuan judulnya. Syarat pengajuan judul yaitu 2-3 judul. Alhamdulillah, saya cuma ngajuin 2 judul. 2 judul aja udah mikir pake keras banget merangkai kata demi kata di bab 1, mau sok ngajuin 3 judul hmmm. Dan untungnya juga, saya termasuk penyuka program KB. "Dua lebih baik" dan memang ternyata benar, merangkai kata di KTI ga semudah merangkai kata di blog. Huft. Heulah.

Baiklah, untuk yang selalu sayang sama saya, saya mohon doanya. Semoga salah satu judul yang saya ajukan diterima. Mohon selipkan selalu doa untuk saya di setiap solat. Tetep support saya!!!




"Wish me luck"

Thursday 1 January 2015

Page 1/365


Tulisan pertama saya di tahun yang baru. Sampai malam pun saya masih mendengar suara 

Treettttt.... Teeettttt.... Tetttttttttt...
Nguingg.... Nguinggg..... Nguinggg....
Duarrr!!! Duarrrrr!!! Duarrrr!!!!!

Suara terompet tahun baru ditiup dimana-mana, ditambah lagi dengan menyalakan kembang api sekian ton yang menghiasi langit malam hari di seluruh penjuru dunia. Malam tahun baru orang-orang rela begadang demi menunggu hitungan mundur pergantian tahun sebelum jam 12 PM. Ada juga yang melakukan ritual tahunan yaitu bakar-bakaran. Ayam, daging, ikan, bahkan sampai jagung pun ikut serta dalam perayaan menyambut tahun baru.

Apa sih sebenernya yang membuat mereka bangga saat meniup terompet dan meletupkan ribuan kembang api di langit bersama-sama pada jam 12 malam ? Dan kenapa mesti ada ritual bakar-membakar yang hampir serentak semua orang juga melakukan ritual tersebut ?


 Hmm, tidak ada alasan yang jelas mengapa saya juga malah ikut-ikutan menyaksikan pergantian tahun baru tadi malam dengan semarak dan semangat yang luar binasa. Tidak ada terompet dan tidak ada pula kembang api yang saya letupkan. Saya hanya menyaksikan orang-orang disekeliling saya yang antusias sekali meniupkan terompet dan bermain kembang api. Sebenarnya kenapa tahun baru harus dirayain meriah ? Ya jawabannya tanyakan pada diri masing-masing saja. Selama semuanya tidak merugikan orang lain ya.


NB: Jangan terlalu senang ketika memasuki tahun yang baru. Ketika ternyata mengingat tahun yang lalu belum bisa memberi hal positif untuk diri sendiri, keluarga, dan orang lain. Tapi semoga kita bisa membuktikan bahwa tahun yang baru ini akan menjadi lebih baik lagi dibanding tahun yang kemarin.




Salam New Year dari Gita Oxtaria. Semangat menjalani hari-hari baru. Semangat berkomitmen dengan resolusi yang sudah dibuat. Semangat menggapai mimpi. Semangat Semangat Semangat





6 Years



Di kamar kostku yang sepi, sambil mendengarkan rintik hujan malam ini, aku hanya bisa diam dan merenung. Mungkin, aku perempuan paling tolol yang pernah ada, perempuan yang selalu merindukanmu tanpa banyak menuntut dan meminta.

Apa kamu masih ingat akan hari ini? Jangankan mengingat perayaan hari ini, untuk mengingat namaku saja mungkin kamu sudah lupa. Aku akan memberitahumu. Tapi, aku mohon, semoga kamu tidak merasakan perubahan apa-apa setelah mengetahui semua kejujuran ini.

Hari ini adalah hari jadi kita yang ke-6 tahun. Sudah 6 tahun ternyata kita bersama. Tapi ternyata tidak. Tidak untuk kamu dan tidak untuk aku. Tepat tiga tahun yang lalu kamu memilih pergi meninggalkan kita, meninggalkan aku beserta kenangannya, meninggalkan luka yang begitu menyakitkan.

Aku ingin bercerita tentang pertemuan kita, saat kamu mengajak aku untuk bertemu berbuka puasa bersama tepat enam bulan yang lalu. Aku masih mengingat bagaimana rencana pertemuan kita agar segera diselenggarakan. Saat itu kamu ingin menjemputku, namun aku tidak mau pergi bersamamu. Entah mengapa dihadapanmu aku selalu bersikap tegar seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Aku merasakan detakan yang luar biasa dan perubahan tingkah yang tidak menentu. Entah mengapa aku begitu rumit untuk bisa menatap kedua matamu dihadapanku. Menurutku, dimatamu masih tersimpan rasamu untukku. 

Suasana saat itu mencair saat kita berbincang tentang kehidupan masing-masing. Kamu menanyai orang-orang yang pernah singgah dihidupku sampai dengan cerita tentang persiapan menuju ujian kompre yang sebentar lagi tanda perkuliahanku akan segera terselesaikan. Aku tidak pernah bertanya kabarmu. Siapa pacarmu dan apa kegiatanmu sekarang. Bagiku, aku tidak ingin mengenal dirimu lebih jauh lagi, karena hal itu hanya akan memperparah perasaanku nantinya. Sampai di akhir pertemuan, kamu memberikan aku sebuah kartu nama yang tertanda namamu. Entah apa yang terlintas dipikiranmu dan entah seberapa pentingnya kartu nama itu yang akhirnya aku menerima pemberianmu. Sejak pertemuan kita malam itu, tidak pernah ada lagi cerita tentangmu. Seperti tidak pernah ada pertemuan sebelumnya, setelah aku mengirimkan pesan untukmu yang tertulis bahwa aku begitu terbawa perasaan di malam pertemuan kita. 

Beberapa minggu kemudian, aku melihat salah satu foto di instagrammu bersama wanita. Di sana tertulis caption dan diramaikan banyak komen yang semakin mengartikan bahwa dia wanita yang menjadi pilihanmu saat itu. Ketika tahu wanita itu kekasihmu, aku hanya bisa tersenyum sinis dan tertawa. Di benakku, mengapa aku terlalu bodoh selalu mengingat kita atau apakah ini yang dinamakan cinta yang begitu gila? Mengapa aku merasakan hatiku begitu terluka saat mengetahui kamu sudah dimiliki orang lain? Aku terdiam, lemah, dan nyatanya memang aku yang salah. Aku bersalah mengapa masih saja menyimpan sedikit rasa untukmu, ketika kenyataannya kamu memilih dia yang lain. 

Aku ingin bertanya padamu, mengapa kamu mengajak aku untuk bertemu malam itu? Apakah kamu tahu betapa menderitanya menjadi seorang perempuan yang hanya bisa menerka bagaimana perasaanmu padaku setelah sekian lama kita berpisah selama ini? Apakah masih ada rasa yang tersimpan untukku, walau hanya secuil saja? Tahukah kamu perihnya menahan diri untuk tidak menghubungimu lebih dahulu, karena aku begitu tahu diri bahwa kamu sudah memiliki penggantiku? Tahukah kamu lelahnya menjadi orang yang terus berharap, terus berkata dalam hati, begitu percaya bahwa suatu hari nanti kita akan kembali?

Nyatanya, kamu tidak akan pernah mengetahui segalanya. Kamu tidak pernah mengerti apa yang telah aku rasakan setelah berpisah denganmu sejak tiga tahun yang lalu. Bahkan, hal-hal yang membuat kamu memilih untuk pergi dari hidupku saja aku masih belum bisa terima.

Apa salahku hingga akhirnya kamu memutuskan hubungan kita begitu saja? Mengapa kamu begitu tega meninggalkanku saat sedang sayang-sayangnya? Mengapa kamu tidak memperjuangkan kita untuk tetap terus bersama? Mengapa kamu tidak mencoba dan berusaha kembali menarik hatiku untukmu? Mengapa kamu terhenti disaat aku tetap ingin menyusuri jalan? Mengapa kamu pergi memilih dia dibanding aku yang selalu setia menunggumu pulang? Bisakah kamu menjawab dan menjelaskan semua tanya yang masih menghantui hidupku selama ini?

Sampai saat ini bahkan saat aku menulis tulisan ini, aku masih belum bisa terima alasan mengapa kamu pergi meninggalkan aku. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang sampai saat ini masih terngiang di kepalaku ketika mengingatmu. Dan pahitnya, hubungan kita memang benar-benar telah berakhir tanpa penjelasan. Sempat terlintas kenapa Tuhan ciptain hati kalau cuma buat dipatahin kayak gini? Kenapa Tuhan memberikan rasa sakit yang begitu dalam sampai aku tidak pernah bisa melupakanmu dan apa yang menjadi sebab kita berpisah?

Yaaa, aku percaya Tuhan menciptakan hati untuk dipatahkan, mungkin memang untuk menyelamatkan aku dari orang yang salah. Mungkin bukan kamu orang yang seharusnya aku tunggu. Ada rencana di mana Tuhan akan mendatangkan orang yang jauh lebih baik dari kamu. Dan mungkin, kisah kita tidak akan berlanjut kembali sampai kapanpun. 

Aku hanya bisa mendoakan untuk kebahagiaanmu. Apa yang sudah menjadi pilihanmu, apa yang sudah kamu capai, semoga kamu selalu dalam kebahagiaan. Pesanku, jangan pernah mengingat aku lagi, jangan pernah memberi kabar, dan jangan pernah datang lagi. Aku tidak ingin menyakiti diriku lebih parah lagi. Biarlah semua keraguan dan semua pertanyaan tersimpan rapi di dalam hatiku. Dan aku, akan tetap menelusuri jalan tanpamu. Tanpa bayangmu.






Happy Anniversary 6 Years
Harusnya aku menyantumkan foto kita berdua di akhir tulisan, namun apa dayaku ...



Dan Pada Akhirnya



Aku terbaring lemah. Mataku berair. Nafas tak cukup, seperti kekurangan oksigen. Aku melihat sekitarku. Aku melihat sesuatu hal yang terjadi pada diriku. Malam ini berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Aku sadar apa yang telah terjadi hari ini. Namun, entah mengapa aku masih pura-pura tidak tahu apa yang sudah terjadi.

Selang beberapa menit, sejenak aku terdiam, aku memahami semua kenyataan hari ini. Aku sadar bahwa hari dimana perpisahan yang dulu tidak aku nantikan dengan cepat, kini telah terlewati. Hari ini adalah hari perpisahan itu. Aku berpisah dengan orang-orang yang amat sangat aku sayangi. Tidak ada lagi wajah-wajah yang selalu aku lihat, tidak ada lagi pertengkaran, tidak ada lagi teriakan, tidak ada lagi yang membuat kesal. Semuanya tidak akan ada lagi. Kehidupanku telah berbeda. Suasana, lingkungan, dan orang-orang baru inilah yang akan mengawali cerita kehidupanku. Seperti lembar kertas yang siap untuk ditulis lagi dengan berbagai macam cerita.

Ya, inilah kehidupan yang sesungguhnya. Dan pada akhirnya aku harus membiasakan diri tanpa mereka. Aku harus membiasakan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan mereka. Wajah yang selalu terlihat, kini hanya terukir sebuah bayangan. Aku hanya bisa mengingat kenangan-kenangan itu. Aku hanya bisa memandangi foto, tanpa bisa melihat langsung bahkan menyentuh tangan itu. Aku yakin semua ini akan ada hikmahnya. Aku akan merindukan kota kelahiranku, Bandar Lampung beserta isinya :")





Garut, tepat pukul 20.40 WIB 
Aku meneteskan air mata . . .





Happy 21th Birthday, Gita Oxtaria


"Happy Birthday, Happy Birthday, Happy Birthday To Me"

 Saya berdoa pada hari ini semoga saya diberikan umur yang panjang, berusaha membahagiakan orang tua, selalu diberikan kebahagiaan tanpa henti, selalu sehat, selalu semangat, dan selalu bersyukur. 

Semoga hal baik apapun yang kalian doakan di hari ulang tahun saya ini, bisa terkabul dalam hidup kalian juga. Terima kasih. Sekali lagi, Selamat Ulang Tahun Gita Oxtaria :))






Twenty Days Again . . .



Siang hari, tepat pukul 13:20 WIB, hari ini begitu panas cuaca di luar. Mungkin matahari sedang mengamuk pada dunia, dan aku lebih memilih berdiam diri di dalam rumah, merawat papah yang keadaannya sedang tidak sehat.

Sudah hampir seminggu lebih papah sakit. Minggu kemarin sempat di rawat di Rumah Sakit selama 3 hari, dan dokter pun sudah mengizinkan papah untuk istirahat di rumah. Tapi, kemarin papah drop lagi, tensi darahnya naik kembali. Akhirnya aku, mamah, dan papah kembali ke Rumah Sakit untuk ngecek kesehatan papah. Alhamdulillah, papah ga di opname lagi. Dokter cuma ganti semua obat-obat papah, dan pas dicek lagi tensinya udah kembali normal.

Jujur, selama papah sakit, aku sedih. Apalagi kalau tensi papah udah naik. Aku takut sama papah yang bawaannya pengen marah terus. Sampai aku pernah berfikir untuk diem aja, ga mau ngomong apapun sama papah. Karena, aku gamau ngelakuin suatu kesalahan yang akhirnya bisa buat papah marah. Kalau papah ngomong atau nyuruh untuk ambilin sesuatu, sebisa mungkin aku ga mau ngebuat papah nunggu lama. Karena hal sepele pun bisa ngebuat papah marah :'(

Sebenernya, aku pengen banget ngomong sama papah, apa yang ada dipikiran papah ? Papah mikirin apasih ? Kenapa papah jadi sakit gini ? Aku pengen jadi pendengar buat papah, walaupun aku tau, mungkin aku ga bisa bantu dari apa yang papah dipikirin.

Hari berganti hari, dan sekarang tinggal 20 hari lagi aku di sini, 20 hari lagi aku menemani papah di rumah, dan papah masih dalam keadaan sakit. Pernah sempat mikir, apa karena aku makanya papah jadi sakit gini ? Papah mikirin aku yang bakalan pergi dan tinggal jauh di kota orang ? Apa bener pah ? :( 
Kalau emang itu bener, aku mesti gimana pah ? :( di satu sisi, aku pengen papah sehat, aku ga mau jadi masalah yang ngebuat papah jadi sakit. Tapi, di sisi lain aku mau lanjut kuliah aku pah. Bukannya memang papah waktu itu sudah mengizinkan aku untuk lanjut kuliah ? :( Pah, aku mohon, jangan pernah khawatir sama aku. Insha Allah aku bakalan baik-baik aja pah di sana. Aku juga inget semua pesan papah. Aku juga bakalan pulang kok pah nanti :(

Ya Allah, tolong angkat dan sembuhkan sakit papah ya Allah. Hamba tidak sanggup melihat papah sakit seperti ini. Beri papah kekuatan untuk melawan sakitnya. Ampuni dosa-dosa papah ya Allah. Aku sayang papah, aku pengen papah sehat terus, kembali beraktivitas seperti biasanya :")

Tinggal 20 hari lagi, sisa-sisa keberadaan aku di sini. Aku mohon ya Allah, sembuhkan papah. Aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri, jika nanti kepergianku hanya menambah parah sakit papah :"(

Papah pasti sehat !!!!! Lawan sakitnya ya pah. Aku sayang papah  . . . :')





Aku menulis ini sambil melihat papah yang sedang terbaring di tempat tidur.
Wajahnya pucat, tidak seperti biasanya.
Aku rindu papah dengan segala keceriaannya menghiasi rumah . . .




Pertemuan Pertama



Untuk seseorang yang sudah menemani hari ini. Untuk seseorang yang membuat tawa di setiap obrolan. Untuk seseorang yang telah berhasil membuat jantung berdetak dengan cepat. Selamat malam, kamu!

Baru beberapa jam kita berpisah, tapi aku masih saja terbayang akan pertemuan kita hari ini. Tidak pernah terfikir bahwa kamu akan menemuiku di sini. Tidak pernah terbayang, seseorang yang hanya bisa dilihat dari sebuah foto, seseorang yang hanya bisa dibayangkan dalam benak, kini ia berdiri di hadapanku. Begitu jelas mata memandang dan sekejap mataku tidak berkedip sedikitpun. Aku masih belum percaya, ini jelas tapi seperti mimpi. 

Kita menyusuri jalan sambil mengobrol hal-hal yang memang tidak begitu penting, dan aku masih juga belum mempercayai sosok orang yang sedang berbicara ini. Sesekali aku mencuri waktu untuk melihatmu, menyakinkan kembali kepada diriku sendiri, apakah ini nyata ? Huft. Memang benar.

Singkat cerita kita tiba di suatu mall. Kamu mengajak aku untuk menonton film. Tapi ternyata, jadwal film hari ini begitu sangat membosankan. Akhirnya kamu mengajak aku untuk pergi ke tempat saudaramu. Sebelum menuju ke rumahnya, kita berhenti untuk membeli buah tangan untuk mereka. Terutama untuk si kembar. Bisa dibilang mereka adalah keponakanmu.

Sesampainya di sana, aku cukup gugup. Melihat kenyataannya bahwa aku memang kurang akrab dengan anak-anak. Kamu memaklumi itu dan menyakinkanku untuk jangan takut gaje menghadapi mereka. Dan ternyata benar, aku benar-benar belum bisa mengakrabkan diri kepada mereka. Mungkin mereka heran, siapa wanita misterius ini. Aku cukup kagum melihat sikapmu memperlakukan mereka. Begitu juga sebaliknya. Mereka begitu manja terhadapmu.

Kita pamit dan melanjutkan perjalanan. Kita berhenti di suatu tempat. Di sana kita duduk bersama, memesan kopi bersama, dan mengobrol lebih banyak lagi. Dari cerita semasa SMA, cerita hobi olahraga, sampai cerita keinginanmu untuk melanjutkan studi. Begitu tenang saat mendengarkan ia berbicara, dua mata yang begitu serius menatap, membuat aku kebingungan untuk membalas tatapannya. Tanpa sadar langit pun sudah gelap dan kita bergegas untuk pulang.

Aku tidak menceritakan begitu detail di sini. Aku hanya merekam setiap moment yang telah kita lewati di dalam ingatanku. Aku menyadari, ini memang bukan mimpi. Begitu senangnya hari ini terlebih kamu memberikan aku sebuah bunga mawar dan cokelat. Katamu, "Selamat wisuda dan salam kenal yaaa" dan kitapun bersalaman sebagai tanda awal perkenalan kita ^^
Aku sedikit tidak percaya, saat kamu berkata bahwa aku adalah orang pertama yang kamu beri bunga. Mendengar hal itu aku semakin tidak terarah, melayang, dan menari-nari dalam kebahagiaan.

Aku ingin mengucapkan terima kasih untukmu. Terima kasih sudah membuat aku tidak percaya, terima kasih telah membuat gugup dan salah tingkah, terima kasih telah menunjukkan senyuman yang aku nanti-nantikan sejak dulu, terima kasih telah menyadarkan kembali bagaimana rasanya menjadi wanita seutuhnya. Terima kasih juga sudah membuat aku lupa, bahwa hari ini adalah hari peringatan aku sudah menyendiri selama 3 tahun, dan aku sama sekali tidak merasakan kesedihan.

Terakhir, aku berharap semoga suatu saat nanti kita masih diizinkan untuk bertemu. Entah bertemu dalam mimpi ataupun dalam nyata.
Entah di tempat dan suasana yang berbeda, atau tidak sama sekali :))





Malam ini turun hujan. 
Hujan dengan segala keajaibannya, mampu membuat manusia terbayang dalam ingatan. 
Dan aku terkenang DIA tiba-tiba ^^





Akan Ada Saatnya



 Kehidupan mengajarkan sebuah arti kebersamaan. Menghabiskan waktu bersama keluarga, bersama saudara, bersama teman, dan juga bersama pasangan. Siapa yang tahu akan esok, siapa yang tahu akan waktu selanjutnya ? Tidak ada . . .
Hidup begitu keras mengenalkan sebuah pertemuan. Manusia diajarkan untuk saling membantu satu sama lain, untuk saling menghargai, dan terlebih juga untuk saling melengkapi. Namun, kehidupan juga begitu kejam. Setelah manusia sudah terbiasa dengan keadaan, sudah terbiasa dengan orang-orang yang telah berperan penting dalam hidupnya, sebuah perpisahan pasti akan ada. Entah untuk bertemu kembali atau bahkan tidak sama sekali.

Saya sudah mengalami bagaimana rasanya ditinggalkan. Seperti dunia tidak pernah adil, dunia tidak pernah ingin melihat saya bahagia bersama orang-orang yang saya sayangi. Dunia memang tidak pernah tahu bagaimana rasanya ditinggalkan.
Perpisahan datang tanpa tahu apakah kita siap atau tidak. Perpisahan tidak ingin tahu apakah kita sedih atau senang. Ia hanya tahu, bahwa tugasnya memisahkan dua insan di dunia sudah terlaksana.

Kini, dunia kembali harus memisahkan saya dengan keluarga saya. Dalam waktu beberapa bulan lagi, saya harus pergi meninggalkan orang tua dan adik-adik saya. Saya berencana melanjutkan kuliah di luar kota, yang memang keberadaannya cukup jauh. Awalnya belum terfikir bahwa saya akan meninggalkan mereka. Saya hanya memikirkan, bahwa saya akan kuliah lagi dan belajar lagi di kota orang.

Kemudian di saat saya terbaring, saya memikirkan bahwa saya bukan hanya pergi untuk kuliah, tapi saya juga pergi meninggalkan orang-orang yang amat saya cintai. Saya memang sudah terbiasa dikelilingi oleh mereka, dan sekarang saya harus jauh dari mereka. Saya tidak pernah sanggup membayangkan itu semua. Melihat keadaannya yang begitu menyedihkan.

Tetapi, dibalik itu semua pasti ada hikmahnya. Mungkin memang sudah saatnya saya belajar untuk tidak bergantung pada orang tua lagi, saya harus mandiri pada diri saya sendiri, dan saya juga harus belajar bagaimana cara memanfaatkan waktu yang begitu singkat bersama orang yang saya sayangi.

Ada saatnya dunia memang kejam, tetapi di balik itu semua dunia begitu sayang kepada saya. Ada saatnya kita harus berpisah dengan orang yang kita sayangi, untuk mengajarkan bagaimana cara menghargai sebuah pertemuan.

"Setiap pertemuan, pasti ada perpisahan"

Ungkapan yang memang benar. Mau tidak mau, suka tidak suka, dan siap tidak siap perpisahan itu pasti akan terjadi. Dulu saya sangat membenci perpisahan. Tetapi, di balik itu semua banyak hikmah yang saya peroleh. Saya sering menguatkan kepada hati bahwa, perpisahan memang akan ada, karena memang sesungguhnya kehidupan di dunia tidak ada yang abadi. Saya percaya pada takdir Allah. Begitu indah rancangan kehidupan yang telah Allah atur. Mungkin, nanti saya memang akan harus meninggalkan semuanya. Tapi, saya juga yakin bahwa Allah akan menuntun kembali jiwa yang telah pergi. Memang berat, tapi saya percaya Allah tidak pernah memberi cobaan di atas kemampuan umat-Nya.

Terhitung dari hari ini, sisa-sisa keberadaan saya di sini, saya ingin meninggalkan kesan yang baik untuk orang-orang yang telah berperan dalam hidup saya. Saya berharap, sampai hari perpisahan itu tiba, saya tidak akan menjatuhkan air mata :))





"Jika pertemuan adalah awal dari perpisahan
Maka, perpisahan adalah awal dari sebuah pertemuan"





Renungan




Kalau kalian sedang berjuang, jangan sekali-kali kalian ngeliat orang-orang yang udah sukses dan enak-enakan di atas sana. Karena itu, bakal bikin kalian makin down. Kalau kalian ngerasa hampir nyerah, coba liat ke belakang, udah seberapa jauh kalian jalan, udah berapa banyak support yang dikasih orang-orang ke kamu, dan udah berapa banyak pengorbanan yang udah kalian lakuin. Sehingga kalian bakal nyadar, itu semua ga boleh diakhiri cuma gara-gara sandungan-sandungan kecil. 




Kepada Pemilik Kartu Nama




Bagaimanapun, aku sering berpikir bahwa sejauh dan sedalam apapun kita jatuh cinta, lebih banyak lagi hal-hal yang menjadikan kita tidak bisa bersama seutuhnya. Kita bukanlah kita yang kamu dan aku menjadi satu. Kita adalah kita dalam rangkaian cerita itu. Jangan kira aku tidak ingin memilikimu sepenuhnya. Tapi, aku terlalu takut untuk menjadikan diriku sebagai satu-satunya. Karena aku tau, kamu belum ingin memenangkan aku dalam hatimu. 

Kadang terpikir seperti apa rasanya dicintai utuh olehmu, tanpa tapi, tanpa jeda, dan tanpa mengeluh. Mungkin, aku akan bahagia. Tapi, Tuhan punya rencana lain. Tuhan belum mengizinkan atas semua pengharapan ini. Mungkin. 





Sesungguhnya aku melepaskanmu karena terpaksa. 
Ya, kamu tidak akan memahami ini semua. 
Aku saja tidak mampu memahami keputusanku, apalagi kamu. 






Setelah Ini Apa ?




*** untuk kita menggapai puncak ***




Sudah beberapa minggu ini, pikiran saya terpecah-belah oleh keadaan. Keadaan membuat semua menjadi kacau balau. Setiap hari waktu terhitung selama 24 jam. Namun, tidak untuk sekarang. Saya pikir, saya kurang terhadap waktu yang diberikan. Jam bergerak cepat menjauhi angka. Menit berlarian seakan dikejar tanpa henti. Saya lelah, bisakah saya menambah waktu lebih lama lagi ?

Ini baru permulaan. Masih akan banyak sekali hal-hal di luar dugaan yang harus dihadapi. Mungkin hanya kata "sabar" yang bisa menguatkan diri. Sabar menjalani proses sampai akhir. Sabar menjalani rintangan yang bertubi-tubi. 





Setelah ini apa ? . . . . .





Tolong Jawab :)






Kita sama-sama berjalan. Kita sama-sama melangkah. 
Namun, mengapa kini engkau terhenti ? 
Sedangkan aku masih terus berjalan menyusuri jalan ? :')




Demimu


Malam yang dingin begitu kencang angin meringkukkan tulang rusukku. Aku duduk di bawah langit dan berada di tengah-tengah rasa kegundahan, memikirkan nasibku yang semakin terombang-ambing tanpa arah.
Pikiranku tertuju padamu dan juga padanya. 

Aku tepat berada di antara kalian. Dua orang yang begitu berarti dalam hidupku, dua orang yang sama sekali tidak pernah memikirkan perasaanku. Aku lelah dikabuti rasa bersalah. Bersalah padamu dan juga padanya. Bersalah mengapa aku bisa menjadi seperti ini ?
Mengapa aku berada di posisi sesulit ini ?
Mengapa harus aku yang berkorban ?
Mengapa harus aku yang menanggung semuanya ?
Mengapa harus aku yang berbohong ?
Mengapa harus aku ?
Kenapa dengan aku ?
Tuhan...... Ini tak adil ....

Sampai kapankah aku menjadi seperti ini ? Sampai kapan aku menjaga hati ? Aku ingin dunia mengetahui yang sesungguhnya. Aku ingin bebas dan lepas dari rasa yang menghantui sepanjang masa.

Pada akhirnya, memang tidak akan pernah ada cara lain.
Sampai matipun mungkin aku akan tetap seperti ini.
Demimu, semua akan aku lakukan
Demimu, aku akan menjaga hati
Demimu, aku berkorban
Demimu, aku rela berbohong
Demimu, aku menahan
Demimu . . . Hanya Demimu . . .




"Aku harap kamu dengar . . . "



Sepenggal Kisah Dibalik Sebuah Judul


Saya ingin bercerita tentang sebuah perjalanan yang mengharukan. Sebuah kisah yang menguras emosi dan pikiran dibalik kegembiraan yang tiada tara. Hari ini pengumuman judul yang sudah beberapa hari yang lalu saya ajukan. Dan alhamdulillah, judul saya diterima. Memang bukan yang prioritas utama, tetapi saya tetap bersyukur dengan apa yang sudah ditentukan oleh dosen-dosen tim penyeleksi proposal KTI. 

Jadi ceritanya, judul saya yang kedua itu memang penuh drama. Penuh pemikiran dan juga penuh kebimbangan. Tapi sebelumnya saya akan membeberkan judul-judul saya. Sebut saja judul pertama "si jamur" dan judul kedua "si puyer". Dari awal perkuliahan metlit, saya memang hanya memikirkan si jamur. Seluruh jiwa dan raga saya, saya berikan untuk si jamur. Sampai-sampai, saya juga tidak tertarik untuk mencari judul lain. Seiring berjalannya waktu, ternyata pengajuan judul tidak boleh satu judul. Otomatis romantis saya mesti mencari judul pendamping. Sebenarnya saya sudah menemukan judul di sela-sela perkuliahan metlit pekan lalu. Tetapi waktu itu tab saya mesti di instal ulang. Dan data-data download-an saya pun hilang. Judul yang saya temukan adalah si puyer. Saya tertarik dengan judul tersebut, tetapi saya belum bisa menduakan si jamur. Masih si jamur yang menguasi hati dan seluruh pikiran saya.

Singkat cerita, saya mesti mencari si puyer yang dulu sempat hilang untuk saya jadikan sebagai judul pendamping. Berjam-jam sampai berhari-hari saya tidak juga menemukannya. Sampai suatu ketika saya mengingat bahwa dulu saya sempat menuliskan judul tersebut di buku catatan saya. Karena waktu itu, saya kesusahan mendownload si puyer. Akhirnya saya bergegas mencari buku catatan saya. Dan benar, judul itu masih ada. Langsung saya ketik dan menekan tombol enter. Dan ternyata si puyer langsung ditemukan. Saya bahagia. Saya senang. Penantian saya berbuah hasil. Setelah itu, saya download dan saya print. Saya tidak ingin kehilangan dia lagi. Karena waktu itu, waktunya juga sudah semakin dekat untuk pengumpulan judul. Dan saya juga belum membuat latar belakang dari si puyer.

Pembuatan latar belakang si puyer juga benar-benar membuat kepala saya ingin pecah. Saya mesti bulak-balik kampus sampai beberapa hari untuk bertanya kepada dosen, apa bisa saya mengambil judul si puyer. Selain itu, saya juga diribetkan dengan mencari masalah-masalah kontroversi puyer. Karena demi persyaratan pengajuan judul, semua saya lakukan.

Bukan hanya itu saja. Saya juga sampai menginap di rumah teman karena ada beberapa kendala yang malas sekali saya jelaskan di sini. Saya juga rela mendatangi kost rumah teman saya, demi membantu saya dalam pembuatan latar belakang. Saya harus mikir keras dan terkadang di sela saat saya tidak dapat lagi berfikir, saya berhenti. Begitu seterusnya sampai akhirnya tersusunlah judul kedua saya.

Kita kembali ke si jamur. Si jamur tidak begitu merepotkan seperti si puyer. Karena memang, si jamur sudah pernah diteliti sebelumnya oleh kakak asuh saya. Jadi, saya tidak begitu repot dalam penyusunannya. Walaupun memang, masih tetap si jamur yang menjadi prioritas utama saya.

Akhirnya, hari pengajuan judul tiba. Saat dibuat galau untuk menuliskan pilihan pertama dan kedua dari judul yang saya ajukan. 
Awalnya saya ingin menuliskan pilihan pertama pada si puyer. Tetapi, karena begitu banyak pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk memprioritaskan judul pertama yaitu si jamur dan kedua si puyer.

Selang menunggu pengumuman judul, tepat H-1 saya pergi berlibur ke Jakarta bersama teman saya. Entah apa yang ada dipikiran kami saat itu sampai akhirnya kami memutuskan untuk pergi berlibur. Begitu banyak cerita perjalanan semalam kami. Di mulai dari pengorbanan waktu, merepotkan teman demi tercapainya liburan, menahan kantuk yang luar biasa, berpanas-panasan, berdebu-debuan, sampai hujan pun juga hadir di dalam cerita liburan kali ini. Sedih kalau mengingat begitu nekatnya kami pergi di saat besok adalah pengumuman judul. Begitu berkorbannya diri demi keceriaan masing-masing. Tapi semuanya terbayarkan. Saat kepulangan kami, jam 9 kami harus sudah berada di kampus. Jujur saja, sesampainya kami dari Jakarta jam 5 subuh tadi pagi. Masih pegel, masih capek, dan masih pengen tidur. Tapi mesti banget ke kampus untuk hadir pengumuman judul.

Sebelum pengumuman judul, Ibu Sri Pujiwati masuk ke ruangan memberikan arahan dan penjelasan apa-apa yang dibutuhkan pada saat proses menuju seminar proposal. Setelah beliau menjelaskan, saya makin tidak karuan. Saya tidak membayangkan judul apa yang akan menjadi perjuangan saya kelak. Dan ternyata, kertas pengumuman judul itu di tempel si tembok depan ruangan kelas 3. Dan setelah saya melihat nama saya, judul saya yang diterima adalah SI PUYER !!!!!! Begitu senangnya saya, perjuangan saya merangkai latar belakang berbuah hasil. Dan semakin sempurna lagi setelah saya melihat siapa pembimbing saya. Dan ternyata mereka adalah Bu Yayu' dan Pak Igun. Saya jingkrak-jingkrak, berteriak bahagia, dan juga berpelukan dengan teman-teman. Ternyata ada kebahagiaan dibalik kedukaan. Semuanya terbayar dengan diterimanya judul saya. Saya mengucap syukur lebih banyak.

Saya masih bertanya, mengapa si jamur bukan menjadi milik saya. Bahkan saya kira, saya berjodoh dengan si jamur. Tetapi ternyata tidak. Semua sudah dijelaskan di dalam kotak saran penyeleksi judul.

Sekarang, gerbang itu benar-benar sudah terbuka lebar. Saya sudah melangkah sedikit masuk ke dalamnya. Saya akan berjuang sampai nanti saya meraih toga itu. Saya akan berteman dengan si puyer. Saya harus memperjuangkan semua pilihan yang sudah diberikan pada saya. Saya bisa. Saya pasti bisa.

Itulah tadi sepenggal kisah dibalik sebuah judul. Mungkin jika kalian membacanya, kalian akan mengira bahwa ini biasa saja dan tidak begitu penting untuk ditulis. Tetapi tidak berlaku untuk saya. Saya bahagia. Sungguh-sungguh bahagia yang luar biasa. Semoga, ini menjadi langkah awal yang baik sampai akhir perjuangan saya nanti . . .



Ini dia Si Puyer
 yang akan saya perjuangkan sampai akhir ^^






Hari Pengajuan Judul



Hari ini dijadwalkan untuk pengumpulan judul calon-calon proposal KTI. Sebenernya pengajuan judul ditutup tanggal 29 Januari. Cuma, berhubung saya udah ga kuat lagi melihat seabrik kertas yang semuanya berisi latar belakang dan membuat kepala saya ingin pecah, saya memajukan hari untuk pengajuan judulnya. Syarat pengajuan judul yaitu 2-3 judul. Alhamdulillah, saya cuma ngajuin 2 judul. 2 judul aja udah mikir pake keras banget merangkai kata demi kata di bab 1, mau sok ngajuin 3 judul hmmm. Dan untungnya juga, saya termasuk penyuka program KB. "Dua lebih baik" dan memang ternyata benar, merangkai kata di KTI ga semudah merangkai kata di blog. Huft. Heulah.

Baiklah, untuk yang selalu sayang sama saya, saya mohon doanya. Semoga salah satu judul yang saya ajukan diterima. Mohon selipkan selalu doa untuk saya di setiap solat. Tetep support saya!!!




"Wish me luck"

Page 1/365


Tulisan pertama saya di tahun yang baru. Sampai malam pun saya masih mendengar suara 

Treettttt.... Teeettttt.... Tetttttttttt...
Nguingg.... Nguinggg..... Nguinggg....
Duarrr!!! Duarrrrr!!! Duarrrr!!!!!

Suara terompet tahun baru ditiup dimana-mana, ditambah lagi dengan menyalakan kembang api sekian ton yang menghiasi langit malam hari di seluruh penjuru dunia. Malam tahun baru orang-orang rela begadang demi menunggu hitungan mundur pergantian tahun sebelum jam 12 PM. Ada juga yang melakukan ritual tahunan yaitu bakar-bakaran. Ayam, daging, ikan, bahkan sampai jagung pun ikut serta dalam perayaan menyambut tahun baru.

Apa sih sebenernya yang membuat mereka bangga saat meniup terompet dan meletupkan ribuan kembang api di langit bersama-sama pada jam 12 malam ? Dan kenapa mesti ada ritual bakar-membakar yang hampir serentak semua orang juga melakukan ritual tersebut ?


 Hmm, tidak ada alasan yang jelas mengapa saya juga malah ikut-ikutan menyaksikan pergantian tahun baru tadi malam dengan semarak dan semangat yang luar binasa. Tidak ada terompet dan tidak ada pula kembang api yang saya letupkan. Saya hanya menyaksikan orang-orang disekeliling saya yang antusias sekali meniupkan terompet dan bermain kembang api. Sebenarnya kenapa tahun baru harus dirayain meriah ? Ya jawabannya tanyakan pada diri masing-masing saja. Selama semuanya tidak merugikan orang lain ya.


NB: Jangan terlalu senang ketika memasuki tahun yang baru. Ketika ternyata mengingat tahun yang lalu belum bisa memberi hal positif untuk diri sendiri, keluarga, dan orang lain. Tapi semoga kita bisa membuktikan bahwa tahun yang baru ini akan menjadi lebih baik lagi dibanding tahun yang kemarin.




Salam New Year dari Gita Oxtaria. Semangat menjalani hari-hari baru. Semangat berkomitmen dengan resolusi yang sudah dibuat. Semangat menggapai mimpi. Semangat Semangat Semangat