Wednesday 27 January 2016

Congratulation, You!



Selamat malam, Bandar Lampung. Malam ini hujan turun dengan derasnya, dan aku dibalik tirai jendela kamarku, meluruskan badan, mendengarkan Not With Me milik Bondan Prakoso, dan tidak ketinggalan pula sambil menulis kembali tentangmu. Masih tentang dirimu.

Apa kabar, Bogor? Apakah kamu merasakan hujan yang sama seperti di sini? Jika memang benar, aku pastikan dingin malam ini berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Itu karena, kamu masih dikabuti kebahagiaan yang tiada tara bukan? Sesuatu yang sempat tertunda kemarin, kini berbuah hasil. Selamat atas gelarmu ya!

Melihat kebahagiaan yang kamu torehkan di sebuah tulisan, aku jadi ingin memberimu selamat. Tapi, maafkan aku yang tidak mempunyai nyali mengucapkan langsung padamu. Bagaimana tidak, aku hanya perempuan yang tak tahu malu, yang masih menyimpan rasa untukmu, yang mungkin masih mengharapkan kita, walaupun jauh dari kenyataan, hal itu tidak akan pernah terjadi. 

Aku turut bahagia saat mengetahui kamu telah lulus dan menyandang gelar Sarjana Ekonomi. Bahkan, saat mengetahui hal itu, entah mengapa aku ingin sekali ikut turut dalam pesta bahagiamu. Tapi, aku masih sadar apalah arti diriku dibanding dia yang selalu ada untukmu? Aku tidak pernah cemburu dan juga iri terhadap hubungan kalian. Aku hanya tahu diri, bahwa keadaan memang sudah berubah. Jadi, hanya lewat tulisan inilah aku mengucapkan selamat untukmu. Walaupun mungkin, tumpukan-tumpukan tulisan ini tidak akan pernah kamu baca.

Aku mengingat, saat tujuh bulan yang lalu, ketika kita bertemu saat buka puasa bersama, kamu pernah bercerita tentang keterlambatan kamu mengurus skripsi. Kamu juga bercerita tentang apa-apa yang menjadi lambat saat itu. Sekarang, aku mengetahui bahwa kamu telah lulus. Aku turut bahagia mengetahui kabar itu. Seseorang yang dulu aku kenal masih mengenakan seragam putih abu-abu, kini ia telah memakai kemeja hitam, memegang bunga, dan tersenyum penuh bahagia. 

Kamu menuliskan ini "Di samping lelaki yang kuat, terdapat wanita yang tak kalah kuat". Ketika membaca tulisan itu, aku tersentak diam dengan tatapan yang kosong. Akupun semakin sadar saat melihat di atas tulisan itu terdapat fotomu bersama kekasihmu. Yaaa, aku sadar memang bukan aku yang berada di sampingmu, memang bukan aku yang jadi paling utama, 
dan memang bukan aku lagi yang kamu bangga-banggakan kepada dunia. 

Maafkan aku yang tidak pernah lagi muncul di hadapanmu. Maafkan sikapku yang begitu egois dan lebih memilih menjauh dari kehidupanmu. Maafkan aku yang tidak pernah memberimu semangat saat kamu berjuang untuk tugas akhirmu. Semua aku lakukan karena aku tahu, apalah arti diriku dibanding dia wanita pilihanmu? Aku bukan lagi siapa-siapa di hidupmu. 
Aku juga tidak berpengaruh kuat dalam kehidupanmu sekarang. 

Aku jadi teringat masa tahun 2011. Saat itu kamu sedang berjuang untuk masuk jurusan di Perguruan Tinggi Negeri yang kamu impikan. Aku selalu menyemangatimu, selalu mengingatkanmu, dan juga selalu mendoakanmu. Kamu sangat antusias sekali di SNMPTN tertulis saat itu. Kamu begitu, karena kamu tidak ingin gagal lagi seperti di SNMPTN undangan. Bahkan, akupun rela membagi waktu untuk membiarkanmu belajar, tambahan, sampai seringkali dalam sehari kita hanya beberapa kali saja berkomunikasi. Aku melakukan hal itu, karena aku ingin kamu berhasil meraih keinginanmu. Aku tidak ingin menjadi beban atau penghalang dalam meraih impianmu. Sampai akhirnya, hari di mana pengumuman SNMPTN tertulis itu tiba, kamu diterima di jurusan PTN pilihanmu. Kamu begitu bahagia sekali. Perjuanganmu membuahkan hasil. Bahkan aku ingat, saat itu kamu juga langsung menelponku untuk memberitahu kabar itu. Aku bahagia dan senang mendengar suara teriakan yang begitu semangat dari mulutmu. Walaupun aku tidak pernah berfikir, bahwa karena jaraklah akhirnya kitapun berpisah. 

Sekarang, saat kamu telah dinyatakan lulus dari perkuliahanmu, kamu tidak mengabariku. Bahkan, tidak ada telepon ataupun pesan. Pahitnya, aku mengetahui sendiri dan melihat foto kebahagiaanmu dengan orang yang lain. Begitu cepat waktu berputar. Begitu cepat keadaan telah berubah. Seseorang yang dulu berada di sampingmu, yang tidak pernah meninggalkanmu sendirian, kini ia telah berada di belakangmu. Jauh..... Jauh dari jangkauan penglihatanmu. Ia tak cukup berani. Hal-hal yang ia lakukan hanyalah mendoakanmu tanpa kamu ketahui, dan selalu menuliskan tentangmu saat ia tidak pernah bisa melakukan apa-apa. 

Terakhir, aku ingin mengucapkan lagi selamat untukmu. Selamat atas gelar yang telah kamu raih, selamat telah berbahagia, dan selamat menempuh kehidupan yang baru. Aku berharap, semoga kamu tetap selalu dalam kebahagiaan, dan semoga kamu menjadi seseorang yang penuh akan ilmu dan juga bermanfaat untuk orang lain nantinya.

Jika kamu bertanya tentang aku, aku akan menjawab, aku masih berjuang untuk pendidikanku. Mungkin insha Allah dalam waktu satu tahun ke depan aku akan menyelesaikan skripsiku. 
Aku akan berjuang tanpa semangat darimu, dan tanpamu di sampingku.





Selamat S.E. yaaa
Dari teman hidupmu di masa lalu . . .




Congratulation, You!



Selamat malam, Bandar Lampung. Malam ini hujan turun dengan derasnya, dan aku dibalik tirai jendela kamarku, meluruskan badan, mendengarkan Not With Me milik Bondan Prakoso, dan tidak ketinggalan pula sambil menulis kembali tentangmu. Masih tentang dirimu.

Apa kabar, Bogor? Apakah kamu merasakan hujan yang sama seperti di sini? Jika memang benar, aku pastikan dingin malam ini berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Itu karena, kamu masih dikabuti kebahagiaan yang tiada tara bukan? Sesuatu yang sempat tertunda kemarin, kini berbuah hasil. Selamat atas gelarmu ya!

Melihat kebahagiaan yang kamu torehkan di sebuah tulisan, aku jadi ingin memberimu selamat. Tapi, maafkan aku yang tidak mempunyai nyali mengucapkan langsung padamu. Bagaimana tidak, aku hanya perempuan yang tak tahu malu, yang masih menyimpan rasa untukmu, yang mungkin masih mengharapkan kita, walaupun jauh dari kenyataan, hal itu tidak akan pernah terjadi. 

Aku turut bahagia saat mengetahui kamu telah lulus dan menyandang gelar Sarjana Ekonomi. Bahkan, saat mengetahui hal itu, entah mengapa aku ingin sekali ikut turut dalam pesta bahagiamu. Tapi, aku masih sadar apalah arti diriku dibanding dia yang selalu ada untukmu? Aku tidak pernah cemburu dan juga iri terhadap hubungan kalian. Aku hanya tahu diri, bahwa keadaan memang sudah berubah. Jadi, hanya lewat tulisan inilah aku mengucapkan selamat untukmu. Walaupun mungkin, tumpukan-tumpukan tulisan ini tidak akan pernah kamu baca.

Aku mengingat, saat tujuh bulan yang lalu, ketika kita bertemu saat buka puasa bersama, kamu pernah bercerita tentang keterlambatan kamu mengurus skripsi. Kamu juga bercerita tentang apa-apa yang menjadi lambat saat itu. Sekarang, aku mengetahui bahwa kamu telah lulus. Aku turut bahagia mengetahui kabar itu. Seseorang yang dulu aku kenal masih mengenakan seragam putih abu-abu, kini ia telah memakai kemeja hitam, memegang bunga, dan tersenyum penuh bahagia. 

Kamu menuliskan ini "Di samping lelaki yang kuat, terdapat wanita yang tak kalah kuat". Ketika membaca tulisan itu, aku tersentak diam dengan tatapan yang kosong. Akupun semakin sadar saat melihat di atas tulisan itu terdapat fotomu bersama kekasihmu. Yaaa, aku sadar memang bukan aku yang berada di sampingmu, memang bukan aku yang jadi paling utama, 
dan memang bukan aku lagi yang kamu bangga-banggakan kepada dunia. 

Maafkan aku yang tidak pernah lagi muncul di hadapanmu. Maafkan sikapku yang begitu egois dan lebih memilih menjauh dari kehidupanmu. Maafkan aku yang tidak pernah memberimu semangat saat kamu berjuang untuk tugas akhirmu. Semua aku lakukan karena aku tahu, apalah arti diriku dibanding dia wanita pilihanmu? Aku bukan lagi siapa-siapa di hidupmu. 
Aku juga tidak berpengaruh kuat dalam kehidupanmu sekarang. 

Aku jadi teringat masa tahun 2011. Saat itu kamu sedang berjuang untuk masuk jurusan di Perguruan Tinggi Negeri yang kamu impikan. Aku selalu menyemangatimu, selalu mengingatkanmu, dan juga selalu mendoakanmu. Kamu sangat antusias sekali di SNMPTN tertulis saat itu. Kamu begitu, karena kamu tidak ingin gagal lagi seperti di SNMPTN undangan. Bahkan, akupun rela membagi waktu untuk membiarkanmu belajar, tambahan, sampai seringkali dalam sehari kita hanya beberapa kali saja berkomunikasi. Aku melakukan hal itu, karena aku ingin kamu berhasil meraih keinginanmu. Aku tidak ingin menjadi beban atau penghalang dalam meraih impianmu. Sampai akhirnya, hari di mana pengumuman SNMPTN tertulis itu tiba, kamu diterima di jurusan PTN pilihanmu. Kamu begitu bahagia sekali. Perjuanganmu membuahkan hasil. Bahkan aku ingat, saat itu kamu juga langsung menelponku untuk memberitahu kabar itu. Aku bahagia dan senang mendengar suara teriakan yang begitu semangat dari mulutmu. Walaupun aku tidak pernah berfikir, bahwa karena jaraklah akhirnya kitapun berpisah. 

Sekarang, saat kamu telah dinyatakan lulus dari perkuliahanmu, kamu tidak mengabariku. Bahkan, tidak ada telepon ataupun pesan. Pahitnya, aku mengetahui sendiri dan melihat foto kebahagiaanmu dengan orang yang lain. Begitu cepat waktu berputar. Begitu cepat keadaan telah berubah. Seseorang yang dulu berada di sampingmu, yang tidak pernah meninggalkanmu sendirian, kini ia telah berada di belakangmu. Jauh..... Jauh dari jangkauan penglihatanmu. Ia tak cukup berani. Hal-hal yang ia lakukan hanyalah mendoakanmu tanpa kamu ketahui, dan selalu menuliskan tentangmu saat ia tidak pernah bisa melakukan apa-apa. 

Terakhir, aku ingin mengucapkan lagi selamat untukmu. Selamat atas gelar yang telah kamu raih, selamat telah berbahagia, dan selamat menempuh kehidupan yang baru. Aku berharap, semoga kamu tetap selalu dalam kebahagiaan, dan semoga kamu menjadi seseorang yang penuh akan ilmu dan juga bermanfaat untuk orang lain nantinya.

Jika kamu bertanya tentang aku, aku akan menjawab, aku masih berjuang untuk pendidikanku. Mungkin insha Allah dalam waktu satu tahun ke depan aku akan menyelesaikan skripsiku. 
Aku akan berjuang tanpa semangat darimu, dan tanpamu di sampingku.





Selamat S.E. yaaa
Dari teman hidupmu di masa lalu . . .