Wednesday 29 October 2014

Happy 20th Birthday, Gita Oxtaria





Selamat Ulang Tahun, Gita Oxtaria
Semoga segera bahagia . . . ^^




Tuesday 7 October 2014

Dua Tahun Setelah Kepergianmu

Selamat malam, kamu. Tak ada henti aku mengucapkan selamat malam kepadamu. Ini malam kedua kamu kembali menghirup angin Bogor. Apakah ada yang berbeda semenjak pertemuan kita sejak itu ? Aku harap semuanya baik-baik saja. Termasuk perasaanmu. Aku masih mengingat saat pertemuan kita kemarin. Rasanya seperti mimpi yang tak pernah nyata. Setelah sadar bahwa kini kamu memang sudah pergi meninggalkanku kembali di kota ini. Ada yang hilang, ada yang tak lengkap.

Aku ingin sedikit bercerita tentang perasaanku setelah membaca pesan singkat darimu siang kemarin. Saat mengetahui bahwa kamu harus meninggalkan Lampung, aku hanya bisa gigit jari. Sulit menafsirkan perasaanku siang itu. Ingin menghalangimu untuk jangan pergi, tapi aku sadar, apalah arti aku dihidupmu. Ingin membiarkanmu pergi, tapi hatiku tak bisa menipu, bahwa aku benar-benar sedih saat itu. Dihari yang sama, kakakku juga kembali ke kotanya. Saat malam aku mengantarnya ke stasiun, perasaanku hancur. 
Aku benar-benar merasa menjadi orang yang paling menyedihkan malam itu. Ditambah pula aku mengingat saat aku mengantarkanmu juga ditempat ini, 3 tahun yang lalu. 

Seiring menyusuri jalan, aku mengundang semua ingatan saat bersamamu. Saat aku berhenti di lampu merah Rumah Sakit, aku mengingat kita. Menoleh dan melihat kamu mendekatkan motormu tepat disebelah motorku. Mengulurkan tanganmu kepadaku dan berkata untuk meninggalkan motorku lalu pulang bersamamu. Malam itu aku senang, walaupun penyampaiannya cuek tapi didalam hatiku aku tersenyum. Sepanjang jalan kamu membuntutiku dari belakang. Sesekali aku melihatmu dari kaca spion dan tersenyum kecil. Saat sosokmu tak terlihat dari kaca itu, aku mencarimu. Dan tiba-tiba, kamu muncul kembali di kaca itu. Entahlah, malam itu aku senang tapi aku juga kesal padamu. 

Sampai tiba dipersimpangan jalan kita berpisah menuju rumah masing-masing. Aku benar-benar senang. Pertemuan setelah perpisahan 2 tahun yang lalu menjadikan cerita dan moment yang tidak akan aku lupa. 
Tapi, berbeda dengan malam kemarin. Saat aku menoleh dilampu merah itu, aku tidak lagi melihat sosokmu disampingku. Aku tidak lagi melihat uluran tanganmu untukku, dan aku juga tidak lagi mendengar suaramu. 
Sepanjang jalan aku melihat kebelakang dari kaca spion, tapi aku tak berhasil menemukanmu. Sesekali lagi aku mencarimu, aku memang tidak menemukan apa-apa. Ya malam ini berbeda. Ku kira omonganmu siang tadi hanya gurauan. Tapi ternyata, kamu memang benar-benar telah pergi meninggalkan kota ini. Aku tidak bisa menahan jatuhnya air mata. Padahal baru kemarin kamu membuatku tersenyum senang, kamu membuat jantungku naik turun tanpa henti saat pertemuan kita. Tapi sekarang, aku benar-benar tak berdaya.

Dulu, saat kamu kembali aku tidak pernah peduli. Bahkan kamu pergi lagi pun aku benar-benar tidak menggubrisnya. Itu semua karena aku telah terbiasa tanpamu. Terbiasa tanpa kabarmu. Tapi sekarang, saat aku tau kamu datang lalu pergi kembali, aku merasakan sedihnya saat pertama kali kamu meninggalkanku dan LDR. Mengapa aku harus merasakan hal itu kembali ? :(((((

Kalau saja aku tau begini, lebih baik kita tidak perlu bertemu kemarin. Dan aku tetap bersikukuh menolak ajakanmu. Tapi semua sudah terlambat, semua sudah terjadi. Aku berharap semoga kita tidak usah lagi bertemu. Karena semuanya hanya memperparah keadaan dan perasaanku. Dan semoga jika nanti kamu kembali lagi, aku bisa untuk tidak menggubrismu.

Mungkin, aku harus benar-benar belajar menjadi orang yang tidak peduli. Mungkin, aku harus benar-benar belajar menjadi perempuan yang tahu diri. Semoga aku bisa terbiasa lagi tanpamu disini. Semoga aku benar-benar lupa dengan semua yang sudah terjadi . . .

Oya, sebelum aku mengakhiri tulisan ini aku ingin mengingat, bahwa tepat hari ini sudah 2 tahun setelah kepergianmu. Tidak ada yang berubah, aku masih disini sendiri, berteman dengan masa lalu yang dulu kerap aku jadikan musuh terbesar dalam hidupku . . .




Kamu bilang pertemuan kita tidak akan menyisakan luka. 
Tapi ternyata kamu salah, aku terluka . . . 




Monday 6 October 2014

Setelah Bertemu Kamu


Selamat Malam Dunia. Selamat Malam Kamu. Malam ini aku kembali menulis tentangmu. Tulisan sederhana ini kuketik ketika mataku telah terantuk dan harusnya aku sudah meringkuk diatas kasur. Tapi, demimu, aku rela melakukan apapun, meskipun tanpa sepengetahuanmu.

Yaaa . . aku berada diantara banyaknya orang memandangiku dan bertanya-tanya. Jantungku berdebar-debar menunggu kamu. Pesanmu yang kubaca lagi membuat senyumku mengembang, kamu sudah di tempat janji kita untuk bertemu, yang sebentar lagi akan tergenapi. Aku menatap wajahmu, kamu menatap wajahku.

Love Tea kala itu seperti memahami kita, aku dan kamu duduk berdua, bertatapan, dan memulai cerita. Sudah lama kita tidak pernah seperti ini. Ada yang beda setelah lebih 2 tahun yang lalu kita bertemu, saat aku mengembalikan hatimu. Style rambut yang cool, kumis tipis yang sekarang mulai menebal, dan suara khas anak rantau. Aku mulai ragu setiap memandang matamu. Ada perasaan rindu yang tersembunyi disana.

Benar, kamu memulai cerita hidupmu bersamanya setelah pergi meninggalkanku. Kerinduan yang begitu mendalam menyebabkan pikiranmu selalu tertuju padaku. Entahlah apa maksud ini semua, bahkan aku tidak bisa menyimpulkan apa maumu. Kamu memang pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Dulu... 
Sekarang aku hanya ingin menganggap kamu seperti angin malam yang berlalu lalang tanpa singgah. 

Suasana malam itu mulai mencair saat aku menceritakan segala keresahanku selama ini. Dan sebuah sambutan tangan darimu disetiap pernyataan atau jawaban dari pertanyaanmu. 
Maafkan aku yang lebih memilih untuk lari seperti ini. Maafkan aku yang telah berhenti memperjuangkanmu.
Ku kira semua telah selesai. Ku kira semua benar-benar tidak akan ada cerita bersambung. Tapi nyatanya, kamu baru menyadari seseorang yang ada dibelakangmu dulu, kini telah pergi jauh meninggalkanmu.

Kamu berbicara untuk berani mengambil resiko. Resiko yang besar berbanding lurus dengan apa yang akan kamu dapatkan. Asal kamu tau, akupun demikian. Mengambil resiko untuk lebih memilih pergi dari kehidupanmu. Meskipun jauh didalam hatiku masih tersimpan rasaku untukmu. Aku menghiraukannya, tidak menggubrisnya sama sekali. Aku tau semua hanya hasrat sesaat, semua hanya akan memperparah keadaan. Aku benci diriku yang lemah. Aku benci diriku yang tak berdaya dihadapanmu. Bisakah kamu mengerti apa yang aku rasakan selama ini ? Mencintai dengan tulus seseorang yang lebih memilih pergi dengan orang lain. 
Kadang aku berfikir apakah aku terlalu bodoh dalam mencintaimu ? 

Pertemuan kita malam itu ku anggap hanya sebagai salam damai. Mencairkan suasana yang dulu sempat dingin karena sikapku yang begitu egois.  

Sebelum aku mengakhiri tulisanku, aku ingin bertanya padamu. Apakah kamu percaya pada takdir Tuhan ? Bahwa jodoh tidak akan pernah tertukar. Bahwa rezeki sudah ada yang mengaturnya. Mungkin aku percaya itu. Aku percaya kehendak Tuhan yang telah menyettingnya sedemikian baik untuk hambaNya. Sekarang, aku memang berhenti mengejarmu. Tapi, aku tidak pernah tau apakah suatu saat nanti aku akan kembali menggilaimu ? Entahlah aku tidak ingin berfikir terlalu jauh.

Aku percaya, bahwa Darwis Tere Liye menuliskan seperti ini :

Jika dua orang memang benar-benar saling menyukai satu sama lain, bukan berarti mereka harus bersama saat ini juga. Tunggulah di waktu yang tepat, saat semua memang sudah siap, maka kebersamaan itu bisa jadi hadiah yang hebat untuk orang-orang yang bersabar. Sementara menanti, sibukkanlah diri untuk menjadi lebih baik. Waktu dan jarak akan menyingkap rahasia besarnya, apakah rasa suka itu semakin besar, atau semakin memudar . . . 






Untuk seseorang yang senang datang lalu pergi . . . 
Selamat Malam, Bogor :))




Happy 20th Birthday, Gita Oxtaria





Selamat Ulang Tahun, Gita Oxtaria
Semoga segera bahagia . . . ^^




Dua Tahun Setelah Kepergianmu

Selamat malam, kamu. Tak ada henti aku mengucapkan selamat malam kepadamu. Ini malam kedua kamu kembali menghirup angin Bogor. Apakah ada yang berbeda semenjak pertemuan kita sejak itu ? Aku harap semuanya baik-baik saja. Termasuk perasaanmu. Aku masih mengingat saat pertemuan kita kemarin. Rasanya seperti mimpi yang tak pernah nyata. Setelah sadar bahwa kini kamu memang sudah pergi meninggalkanku kembali di kota ini. Ada yang hilang, ada yang tak lengkap.

Aku ingin sedikit bercerita tentang perasaanku setelah membaca pesan singkat darimu siang kemarin. Saat mengetahui bahwa kamu harus meninggalkan Lampung, aku hanya bisa gigit jari. Sulit menafsirkan perasaanku siang itu. Ingin menghalangimu untuk jangan pergi, tapi aku sadar, apalah arti aku dihidupmu. Ingin membiarkanmu pergi, tapi hatiku tak bisa menipu, bahwa aku benar-benar sedih saat itu. Dihari yang sama, kakakku juga kembali ke kotanya. Saat malam aku mengantarnya ke stasiun, perasaanku hancur. 
Aku benar-benar merasa menjadi orang yang paling menyedihkan malam itu. Ditambah pula aku mengingat saat aku mengantarkanmu juga ditempat ini, 3 tahun yang lalu. 

Seiring menyusuri jalan, aku mengundang semua ingatan saat bersamamu. Saat aku berhenti di lampu merah Rumah Sakit, aku mengingat kita. Menoleh dan melihat kamu mendekatkan motormu tepat disebelah motorku. Mengulurkan tanganmu kepadaku dan berkata untuk meninggalkan motorku lalu pulang bersamamu. Malam itu aku senang, walaupun penyampaiannya cuek tapi didalam hatiku aku tersenyum. Sepanjang jalan kamu membuntutiku dari belakang. Sesekali aku melihatmu dari kaca spion dan tersenyum kecil. Saat sosokmu tak terlihat dari kaca itu, aku mencarimu. Dan tiba-tiba, kamu muncul kembali di kaca itu. Entahlah, malam itu aku senang tapi aku juga kesal padamu. 

Sampai tiba dipersimpangan jalan kita berpisah menuju rumah masing-masing. Aku benar-benar senang. Pertemuan setelah perpisahan 2 tahun yang lalu menjadikan cerita dan moment yang tidak akan aku lupa. 
Tapi, berbeda dengan malam kemarin. Saat aku menoleh dilampu merah itu, aku tidak lagi melihat sosokmu disampingku. Aku tidak lagi melihat uluran tanganmu untukku, dan aku juga tidak lagi mendengar suaramu. 
Sepanjang jalan aku melihat kebelakang dari kaca spion, tapi aku tak berhasil menemukanmu. Sesekali lagi aku mencarimu, aku memang tidak menemukan apa-apa. Ya malam ini berbeda. Ku kira omonganmu siang tadi hanya gurauan. Tapi ternyata, kamu memang benar-benar telah pergi meninggalkan kota ini. Aku tidak bisa menahan jatuhnya air mata. Padahal baru kemarin kamu membuatku tersenyum senang, kamu membuat jantungku naik turun tanpa henti saat pertemuan kita. Tapi sekarang, aku benar-benar tak berdaya.

Dulu, saat kamu kembali aku tidak pernah peduli. Bahkan kamu pergi lagi pun aku benar-benar tidak menggubrisnya. Itu semua karena aku telah terbiasa tanpamu. Terbiasa tanpa kabarmu. Tapi sekarang, saat aku tau kamu datang lalu pergi kembali, aku merasakan sedihnya saat pertama kali kamu meninggalkanku dan LDR. Mengapa aku harus merasakan hal itu kembali ? :(((((

Kalau saja aku tau begini, lebih baik kita tidak perlu bertemu kemarin. Dan aku tetap bersikukuh menolak ajakanmu. Tapi semua sudah terlambat, semua sudah terjadi. Aku berharap semoga kita tidak usah lagi bertemu. Karena semuanya hanya memperparah keadaan dan perasaanku. Dan semoga jika nanti kamu kembali lagi, aku bisa untuk tidak menggubrismu.

Mungkin, aku harus benar-benar belajar menjadi orang yang tidak peduli. Mungkin, aku harus benar-benar belajar menjadi perempuan yang tahu diri. Semoga aku bisa terbiasa lagi tanpamu disini. Semoga aku benar-benar lupa dengan semua yang sudah terjadi . . .

Oya, sebelum aku mengakhiri tulisan ini aku ingin mengingat, bahwa tepat hari ini sudah 2 tahun setelah kepergianmu. Tidak ada yang berubah, aku masih disini sendiri, berteman dengan masa lalu yang dulu kerap aku jadikan musuh terbesar dalam hidupku . . .




Kamu bilang pertemuan kita tidak akan menyisakan luka. 
Tapi ternyata kamu salah, aku terluka . . . 




Setelah Bertemu Kamu


Selamat Malam Dunia. Selamat Malam Kamu. Malam ini aku kembali menulis tentangmu. Tulisan sederhana ini kuketik ketika mataku telah terantuk dan harusnya aku sudah meringkuk diatas kasur. Tapi, demimu, aku rela melakukan apapun, meskipun tanpa sepengetahuanmu.

Yaaa . . aku berada diantara banyaknya orang memandangiku dan bertanya-tanya. Jantungku berdebar-debar menunggu kamu. Pesanmu yang kubaca lagi membuat senyumku mengembang, kamu sudah di tempat janji kita untuk bertemu, yang sebentar lagi akan tergenapi. Aku menatap wajahmu, kamu menatap wajahku.

Love Tea kala itu seperti memahami kita, aku dan kamu duduk berdua, bertatapan, dan memulai cerita. Sudah lama kita tidak pernah seperti ini. Ada yang beda setelah lebih 2 tahun yang lalu kita bertemu, saat aku mengembalikan hatimu. Style rambut yang cool, kumis tipis yang sekarang mulai menebal, dan suara khas anak rantau. Aku mulai ragu setiap memandang matamu. Ada perasaan rindu yang tersembunyi disana.

Benar, kamu memulai cerita hidupmu bersamanya setelah pergi meninggalkanku. Kerinduan yang begitu mendalam menyebabkan pikiranmu selalu tertuju padaku. Entahlah apa maksud ini semua, bahkan aku tidak bisa menyimpulkan apa maumu. Kamu memang pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Dulu... 
Sekarang aku hanya ingin menganggap kamu seperti angin malam yang berlalu lalang tanpa singgah. 

Suasana malam itu mulai mencair saat aku menceritakan segala keresahanku selama ini. Dan sebuah sambutan tangan darimu disetiap pernyataan atau jawaban dari pertanyaanmu. 
Maafkan aku yang lebih memilih untuk lari seperti ini. Maafkan aku yang telah berhenti memperjuangkanmu.
Ku kira semua telah selesai. Ku kira semua benar-benar tidak akan ada cerita bersambung. Tapi nyatanya, kamu baru menyadari seseorang yang ada dibelakangmu dulu, kini telah pergi jauh meninggalkanmu.

Kamu berbicara untuk berani mengambil resiko. Resiko yang besar berbanding lurus dengan apa yang akan kamu dapatkan. Asal kamu tau, akupun demikian. Mengambil resiko untuk lebih memilih pergi dari kehidupanmu. Meskipun jauh didalam hatiku masih tersimpan rasaku untukmu. Aku menghiraukannya, tidak menggubrisnya sama sekali. Aku tau semua hanya hasrat sesaat, semua hanya akan memperparah keadaan. Aku benci diriku yang lemah. Aku benci diriku yang tak berdaya dihadapanmu. Bisakah kamu mengerti apa yang aku rasakan selama ini ? Mencintai dengan tulus seseorang yang lebih memilih pergi dengan orang lain. 
Kadang aku berfikir apakah aku terlalu bodoh dalam mencintaimu ? 

Pertemuan kita malam itu ku anggap hanya sebagai salam damai. Mencairkan suasana yang dulu sempat dingin karena sikapku yang begitu egois.  

Sebelum aku mengakhiri tulisanku, aku ingin bertanya padamu. Apakah kamu percaya pada takdir Tuhan ? Bahwa jodoh tidak akan pernah tertukar. Bahwa rezeki sudah ada yang mengaturnya. Mungkin aku percaya itu. Aku percaya kehendak Tuhan yang telah menyettingnya sedemikian baik untuk hambaNya. Sekarang, aku memang berhenti mengejarmu. Tapi, aku tidak pernah tau apakah suatu saat nanti aku akan kembali menggilaimu ? Entahlah aku tidak ingin berfikir terlalu jauh.

Aku percaya, bahwa Darwis Tere Liye menuliskan seperti ini :

Jika dua orang memang benar-benar saling menyukai satu sama lain, bukan berarti mereka harus bersama saat ini juga. Tunggulah di waktu yang tepat, saat semua memang sudah siap, maka kebersamaan itu bisa jadi hadiah yang hebat untuk orang-orang yang bersabar. Sementara menanti, sibukkanlah diri untuk menjadi lebih baik. Waktu dan jarak akan menyingkap rahasia besarnya, apakah rasa suka itu semakin besar, atau semakin memudar . . . 






Untuk seseorang yang senang datang lalu pergi . . . 
Selamat Malam, Bogor :))