Wednesday 6 February 2013

Setelah Kepergianmu

Tak ada lagi kamu yang memenuhi kotak inbox di handphoneku. Tak ada lagi sapamu sebelum tidur yang membuat ricuh telingaku. Tak ada lagi kata kata mu yang meredam segala kecemasan. Tanpamu . . . . semua beda dan tak lagi sama.

Aku membuka mata dan berharap semuanya berjalan seperti biasanya. Walau tanpamu , walau tak ada kamu yang memenuhi hari-hariku. Seringkali aku terbiasa melirik ke layar handphone, namun tak ada lagi ucapan selamat pagi dengan tambahan emote senyuman yang menambah semangat energiku. Pagi yang beda ada sesuatu yang hilang.

Lalu aku menjalani semua aktivitasku seperti biasa. Kamu tentu tahu itu. Dulu kamu selalu mengerti kegiatan dan rutinitasku. Namun sekarang tidak ada lagi kamu yang berperan aktif dalam siang dan malamku. Tak ada lagi pesan singkat yang mengingatkan menjaga pola makan ataupun menjaga kesehatan. Bukan masalah besar memang, aku mandiri dan sangat tau apa yang harus aku lakukan. Tapi . . . entah mengapa aku seperti merasa kehilangan, tanpa pernah tahu apa yang telah hilang. Aku seperti mencari , tanpa tau apa yang telah ku temukan.

Rasa ini sulit untuk dideskripsikan. Aku bercermin memerhatikan setiap lekuk tubuh dan wajahku. Aku tak mengenal sosok yang ada di dalam cermin itu. Aku berbeda dan tidak lagi mengenal siapa diriku. Semuanya berubah dan menghilang secara magis saat kehilangan kamu. Entah dimana aku bisa menemukan diriku yang telah hilang itu. 

Aku bisa berhenti mempercayai cinta jika terlalu sering tenggelam dalam rasa frustasi seperti ini. Aku bahkan mungkin akan berhenti mempercayai lawan jenis dan segala janji-janji bodohnya. Siksaanmu terlalu besar untukku, aku terlalu lemah untuk merasakan semua rasa sakit yang kau sebabkan.

Bagaimana mungkin aku bisa menemukan yang lebih baik jika aku pernah memiliki yang terbaik ? Bagaimana mungkin aku bisa menemukan yang lebih sempurna jika aku pernah memiliki yang paling sempurna ?

Aku benci perpisahan. Entah mengapa dalam perpisahan selalu ada yang terluka, sementara yang lainnya bisa saja bahagia ataupun tertawa. 

Jam berganti hari dan roda semakin berputar.
Aku jalani hidupku tentu saja tanpa kamu. Kamu lanjutkan hidupmu tentu saja dengan dia yang lain. Tak banyak hal yang bisa ku lakukan selain mengikhlaskan. Tak ada hal yang mampu ku perjuangkan selain membiarkanmu pergi dan tak berharap kamu menorehkan luka lagi. Aku hanya berusaha menikmati luka, hingga aku terbiasa dan menganggapnya tidak ada. Kepergianmu yang menyisakan luka, kehilangan yang begitu menyakitkan, telah menjadi candu yang ku nikmati sakitnya.

Terima kasih.

Dengan luka seperti ini

Dengan sakit sedalam ini

Aku jadi tambah sering menulis 

Lebih banyak dari biasanya

Aku semakin percaya, bahwa Khairil Ghibran
 butuh rasa sakit agar beliau bisa menulis banyak hal

Sama seperti aku, butuh rasa sakit agar bisa lancar menulis 
terutama bercerita tentang kamu . . .





Dibawah sinar bulan bersamaan hembusan angin malam
untuk kamu yang dulu menghiasi hari-hariku
18.40





Setelah Kepergianmu

Tak ada lagi kamu yang memenuhi kotak inbox di handphoneku. Tak ada lagi sapamu sebelum tidur yang membuat ricuh telingaku. Tak ada lagi kata kata mu yang meredam segala kecemasan. Tanpamu . . . . semua beda dan tak lagi sama.

Aku membuka mata dan berharap semuanya berjalan seperti biasanya. Walau tanpamu , walau tak ada kamu yang memenuhi hari-hariku. Seringkali aku terbiasa melirik ke layar handphone, namun tak ada lagi ucapan selamat pagi dengan tambahan emote senyuman yang menambah semangat energiku. Pagi yang beda ada sesuatu yang hilang.

Lalu aku menjalani semua aktivitasku seperti biasa. Kamu tentu tahu itu. Dulu kamu selalu mengerti kegiatan dan rutinitasku. Namun sekarang tidak ada lagi kamu yang berperan aktif dalam siang dan malamku. Tak ada lagi pesan singkat yang mengingatkan menjaga pola makan ataupun menjaga kesehatan. Bukan masalah besar memang, aku mandiri dan sangat tau apa yang harus aku lakukan. Tapi . . . entah mengapa aku seperti merasa kehilangan, tanpa pernah tahu apa yang telah hilang. Aku seperti mencari , tanpa tau apa yang telah ku temukan.

Rasa ini sulit untuk dideskripsikan. Aku bercermin memerhatikan setiap lekuk tubuh dan wajahku. Aku tak mengenal sosok yang ada di dalam cermin itu. Aku berbeda dan tidak lagi mengenal siapa diriku. Semuanya berubah dan menghilang secara magis saat kehilangan kamu. Entah dimana aku bisa menemukan diriku yang telah hilang itu. 

Aku bisa berhenti mempercayai cinta jika terlalu sering tenggelam dalam rasa frustasi seperti ini. Aku bahkan mungkin akan berhenti mempercayai lawan jenis dan segala janji-janji bodohnya. Siksaanmu terlalu besar untukku, aku terlalu lemah untuk merasakan semua rasa sakit yang kau sebabkan.

Bagaimana mungkin aku bisa menemukan yang lebih baik jika aku pernah memiliki yang terbaik ? Bagaimana mungkin aku bisa menemukan yang lebih sempurna jika aku pernah memiliki yang paling sempurna ?

Aku benci perpisahan. Entah mengapa dalam perpisahan selalu ada yang terluka, sementara yang lainnya bisa saja bahagia ataupun tertawa. 

Jam berganti hari dan roda semakin berputar.
Aku jalani hidupku tentu saja tanpa kamu. Kamu lanjutkan hidupmu tentu saja dengan dia yang lain. Tak banyak hal yang bisa ku lakukan selain mengikhlaskan. Tak ada hal yang mampu ku perjuangkan selain membiarkanmu pergi dan tak berharap kamu menorehkan luka lagi. Aku hanya berusaha menikmati luka, hingga aku terbiasa dan menganggapnya tidak ada. Kepergianmu yang menyisakan luka, kehilangan yang begitu menyakitkan, telah menjadi candu yang ku nikmati sakitnya.

Terima kasih.

Dengan luka seperti ini

Dengan sakit sedalam ini

Aku jadi tambah sering menulis 

Lebih banyak dari biasanya

Aku semakin percaya, bahwa Khairil Ghibran
 butuh rasa sakit agar beliau bisa menulis banyak hal

Sama seperti aku, butuh rasa sakit agar bisa lancar menulis 
terutama bercerita tentang kamu . . .





Dibawah sinar bulan bersamaan hembusan angin malam
untuk kamu yang dulu menghiasi hari-hariku
18.40