Wednesday 8 June 2016

HURT





Bohong jika aku tidak lagi memikirkanmu. Bohong jika aku sudah tidak peduli lagi tentangmu. Bohong jika aku tegar di hadapanmu. Bohong jika aku melakukan semua hal yang menjauhkan diriku padamu. 

Aku semakin sadar, semakin aku mencoba untuk tidak mempedulikanmu, hal itu membuatku semakin tak menentu. Semakin aku memintamu untuk menjauhiku, aku menjadi kehilangan arah. 

Apa mauku? Apa memang aku masih menaruh harapan pada dirimu, hingga akhirnya aku menjadi seperti ini? Maafkan aku yang telah memintamu untuk pergi dari kehidupanku. Nyatanya aku lagi yang merasakan rindu sapa ucapanmu, dan ingin sekali meminta kembali padaku...

Kini, kita hanya saling menatap. Ya, menatap dari kejauhan. Aku tak banyak nyali untuk menyapamu. Bahkan, kamupun mungkin sudah tidak peduli lagi tentang diriku.

Apa yang harus aku lakukan? Mungkin salah satu dari kita harus ada yang mengalah. Aku yang seharusnya berbalik arah, atau kamu yang menujuku selangkah demi selangkah. Jika semesta benar-benar mendukungku untuk pindah ke lain hati, mengapa sosok yang begitu sering kutemui hanyalah kamu lagi? 

Aku ingin kamu, namun jika ternyata rasamu tak cukup kuat untuk membuat aku dan kamu menjadi kita, aku bisa apa? Seringkali aku bertanya-tanya, mengapa kiranya kenangan tercipta tak semudah kita menghapusnya? 

Bisa tolong jelaskan, apa yang harus aku lakukan? Sampai kapan aku menjadi seperti ini? :')




Jika memang ujungnya kita tak bersama, mengapa Tuhan masih memberikan temu yang bernyawa membangkitkan angan-angan untuk bersatu?



HURT





Bohong jika aku tidak lagi memikirkanmu. Bohong jika aku sudah tidak peduli lagi tentangmu. Bohong jika aku tegar di hadapanmu. Bohong jika aku melakukan semua hal yang menjauhkan diriku padamu. 

Aku semakin sadar, semakin aku mencoba untuk tidak mempedulikanmu, hal itu membuatku semakin tak menentu. Semakin aku memintamu untuk menjauhiku, aku menjadi kehilangan arah. 

Apa mauku? Apa memang aku masih menaruh harapan pada dirimu, hingga akhirnya aku menjadi seperti ini? Maafkan aku yang telah memintamu untuk pergi dari kehidupanku. Nyatanya aku lagi yang merasakan rindu sapa ucapanmu, dan ingin sekali meminta kembali padaku...

Kini, kita hanya saling menatap. Ya, menatap dari kejauhan. Aku tak banyak nyali untuk menyapamu. Bahkan, kamupun mungkin sudah tidak peduli lagi tentang diriku.

Apa yang harus aku lakukan? Mungkin salah satu dari kita harus ada yang mengalah. Aku yang seharusnya berbalik arah, atau kamu yang menujuku selangkah demi selangkah. Jika semesta benar-benar mendukungku untuk pindah ke lain hati, mengapa sosok yang begitu sering kutemui hanyalah kamu lagi? 

Aku ingin kamu, namun jika ternyata rasamu tak cukup kuat untuk membuat aku dan kamu menjadi kita, aku bisa apa? Seringkali aku bertanya-tanya, mengapa kiranya kenangan tercipta tak semudah kita menghapusnya? 

Bisa tolong jelaskan, apa yang harus aku lakukan? Sampai kapan aku menjadi seperti ini? :')




Jika memang ujungnya kita tak bersama, mengapa Tuhan masih memberikan temu yang bernyawa membangkitkan angan-angan untuk bersatu?